Sabtu 21 Feb 2015 13:56 WIB

Cara Bijak Atasi Anak yang Temperamen

Rep: C13/ Red: Winda Destiana Putri
Anak marah
Foto: givinglifeonline.com
Anak marah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak-anak merupakan malaikat kecil yang Allah SWT berikan kepada umatnya. Namun terkadang, mereka kehilangan kendali atas emosi yang mereka miliki. Sikap ini seringkali membuat orang tua tidak tahan dengan mereka.

Hidup dengan anak-anak memang bukanlah hal yang mudah. Langkah demi langkah, mereka perlu mengeksplorasi dunia ini dan belajar untuk menanggapi segala sesuatu yang baru dan tidak biasa. Mereka membutuhkan waktu untuk membiasakan diri dengan hidup, orang, hubungan dan aturan. Psikolog menyatakan, anak-anak yang berusia dua hingga lima tahun memiliki jiwa yang sangat rentan dan tidak stabil.

Seperti yang dikutip laman Womanitely, Sabtu (21/2) kita tidak perlu percaya orang-orang yang mengatakan bahwa orang tua dapat melakukan segala hal dalam mengahadapi temperamen anak. Kesabaran, kemauan, kebijaksanaan dan kemantapan emosional harus menjadi prioritas utama untuk Anda, para orangtua. Kualitas ini memberikan orang tua kekuatan untuk tetap tenang pada saat stres.

Ada beberapa keluarga yang berhasil dalam mengahapi anak mereka yang emosi dan temperamen. Mereka tentu memiliki rahasia sikap dan tindakan dalam menghadapi permasalahn ini.

Perlu Anda ketahui bahwa orangtua merupakan satu-satunya orang yang dapat menangani masalah sang anak. Suasana dalam keluarga jelas memberikan pengaruh besar pada emosi dan membentuk kebiasaan perilaku anak. Maka dari itu, untuk bisa berhasil menjadi orangtua yang baik, berikut ini trik dalam menghadapi emosi dan temperamen anak.

Gunakan energi negatif mereka dengan cara yang tepat

Energi anak memang seperti tidak habis-habisnya. Mereka senang berjalan, melompat, berteriak dan main-main sepanjang hari. Hal ini sangat penting untuk menemukan kegiatan pembangunan dan menjaga anak Anda terlibat sebanyak mungkin.

Anda perlu mencoba membiarkan anak untuk bermain game atau olahraga selama mereka inginkan. Para orangtua juga diharapkan untuk tidak lupa mendorong anak ke kegiatan yang lebih baik.

Berkomunikasi

Setiap anak membutuhkan sosialisasi bertahap dan komunikasi dengan orangtua. Maka dari itu, Anda harus berbicara dengan anak Anda setiap hari. Kata-kata dan nasihat jelas dapat membantu mereka menjadi lebih kuat dan menemukan jalan yang benar dalam hidup.

Komunikasi dengan anak menjadi kesempatan yang baik untuk menghindari kesenjangan. Selain itu, dapat pula membangun hubungan berdasarkan kepercayaan. Jika Anda menemukan bahasa yang sama dengan anak Anda, Anda akan mengurangi frekuensi yang tidak diinginkan di masa depan nanti.

Kurangnya kontak dan komunikasi biasanya membuat anak-anak memiliki kepribadian yang terlalu gugup dan antisosial di masa depan. Maka, Anda perlu mencari satu menit untuk berbicara dengan anak dan mencoba untuk menemukan masalah bersama-sama. Akibatnya, si kecil akan berbagi pengalaman emosional mereka dengan Anda dan menjadi lebih tahan terhadap permasalahan.

Mempersenjatai diri dengan kesabaran

Kesabaran merupakan prioritas utama bagi banyak orang tua yang berurusan dengan anak-anak yang emosional. Setiap Ibu tahu sulit untuk mempertahankan ketenangan yang berubah dan tetap acuh tak acuh terhadap tangisan dan air mata anak-anak.

Dalam menghadapi hal itu, Anda hanya perlu meningkatkan kekuatan pikiran dan mengisi hati Anda dengan harapan dan kebijaksanaan. Anda perlu sadar bahwa orangtua adalah pekerjaan paling sulit di dunia.

Biarkan Anak menebus kesalahannya

Saat ini banyak orang tua lebih memilih untuk memberikan tekanan emosional pada anak mereka dan membuat mereka merasa bersalah. Perasaan bersalah merupakan emosi yang kuat dan mengarah pada kecemasan kronis serta stres.

Orang tua harus memberikan anak-anak kesempatan untuk mengakui semua perbuatan yang salah dan menebus kesalahan mereka. Baik orang dewasa maupun anak-anak memang harus melepaskan emosi negatif, terutama perasaan bersalah.

Hal yang perlu Anda sadari bahwa sesungguhnya sumber masalah itu bukan anak-anak, tetapi orangtua mereka. Para orang tua yang memanjakan pikiran anak kelak akan menyesal nanti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement