Kamis 19 Feb 2015 11:21 WIB
Tahun Baru Imlek

Petak Sembilan, Dahulu dan Kini

Rep: C04/ Red: Didi Purwadi
Seorang anak bermain lampion yang dijual di kawasan Petak Sembilan, Jakarta Barat, Selasa (27/1).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Seorang anak bermain lampion yang dijual di kawasan Petak Sembilan, Jakarta Barat, Selasa (27/1).

REPUBLIKA.CO.ID, PETAK SEMBILAN -- Jakarta diperkirakan telah memiliki seratus lebih klenteng. Salah satunya klenteng tua Jin De Yuan di kawasan Pecinan Lama, Glodok, Jakarta Barat. Kelenteng ini dibangun tahun 1650 oleh seorang letnan Tionghoa bernama Kwee Hoen dan menamakannya Koan lm Teng atau berarti Paviliun Koan lm.

Tahun 1755, kelenteng ini dipugar Kapten Oei Tjhie dan diberi nama Kim Tek Ie atau Kelenteng Kebajikan Emas. Kim Tek Ie berdiri di atas tanah seluas 3.000 meter persegi. Termasuk bara besar atau Tay Bio karena memiliki beberapa bangunan. Kini klenteng yang masih berdiri kokoh ini bernama Wihara Dharma Bhakti, namun orang lebih sering menyebutnya Petak Sembilan.

Klenteng Petak Sembilan dikelilingi tembok. Pintu utamanya berada di selatan yang berupa gapura naga merah. Sebelah kiri gerbang ada tiga bangunan kelenteng yang berderet. Di halaman kedua terdapat kelenteng utama menghadap ke selatan berikut dua singa (Bao Gu Shi) yang konon berasal dari Provinsi Kwangtung, Tiongkok Selatan.

Gedung utama Petak Sembilan didominasi warna merah. Atap bangunannya melengkung ke atas, berhias sepasang naga. Di dalam ruangan terdapat puluhan film berukuran besar, setinggi badan orang dewasa dan ratusan lilin-lilin kecil yang menyala. Bau asap dupa bertebaran menebarkan aroma khas hingga ke luar ruangan. Di samping kiri gedung utama terdapat bekas kamar-kamar para rahib. Sedangkan, di pojok kanan halaman belakang terdapat sebuah lonceng buatan tahun 1825 yang merapakan lonceng tertua dari semua kelenteng di Jakarta.

Menjelang perayaan Imlek yang jatuh pada 19 Februari 2015 nanti, para petugas di klenteng sudah sibuk membersikan dan mengecat ulang pagar besi dengan cat warna merah sejak sebulan sebelum perayaan berlangsung. Klenteng ini sendiri tak pernah sepi pengunjung, terutama masyarakat Tionghoa yang ingin bersembahyang. Banyak pula para peziarah dan wisatawan yang datang sambil melihat aktivitas ritual pengunjung.

Seperti halnya Risa dan Alwi, sepasang wisatawan asal Malang, Jawa Timur ini sengaja datang ke berbagai klenteng di Jakarta menjelang perayaan Imlek yang akan jatuh pada lusa esok.

"Awalnya kami ke Jakarta dalam rangka bulan madu, backpacker. Enggak sengaja terlintas di pikiran kami saat di perjalanan menuju Jakarta untuk mengunjungi klenteng-klenteng di Ibu Kota menjelang Imlek ini. Dan meskipun kami muslim, kami diizinkan masuk ke klenteng ini oleh koh Yu Le. Asal jangan mengganggu para jemaat yang sedang khidmat bersembahyang," ujar Risa.

Menurut Risa, suasana damai terasa kental di area kompleks klenteng ini. Sejak pagi baik, tua maupun muda beramai-ramai berkunjung ke klenteng khusus untuk bersembahyang. Mereka tak segan melemparkan senyuman ke jemaat lain yang hendak mengambil dupa untuk bersembahyang.

"Khidmat sekali, bahkan tak jarang saya melihat orang-orang tua yang sudah sepuh rela datang ke klenteng untuk memanjatkan doa, sambil dituntun oleh beberapa anak dan cucunya. Pakaian berwarna merah mendominasi para jemaat yang datang ke klenteng ini. Damai sekali rasanya," kata Risa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement