Kamis 19 Feb 2015 09:46 WIB
Tahun Baru Imlek

Grebeg Sudiro, Cermin Keharmonisan Masyarakat Cina dan Jawa

Rep: CR05/ Red: Winda Destiana Putri
Warga keturunan Tionghoa dan etnis lainnya mengikuti kirab tradisi Grebeg Sudiro di Solo, Jawa Tengah
Foto: ANTARA FOTO/Maulana Surya
Warga keturunan Tionghoa dan etnis lainnya mengikuti kirab tradisi Grebeg Sudiro di Solo, Jawa Tengah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk menyambut Imlek, Kota Solo dikenal dengan tradisi tahunan bernama Grebeg Sudiro. Grebeg Sudiro biasanya dilakukan di sekitar Pasar Gede.

Dilansir Indonesia Travel, Grebeg sudiro tahun ini dimulai dari 15 sampai 18 Februari yang kemudian berlanjut pada 19 Februari, saat Imlek tiba. Pada 30 Januari sampai 18 Februari, masyarakat juga melakukan tradisi pembersihan sungai Pepe dan penanaman tumbuhan obat di awal Februari. 

Sementara karnaval Grebeg Sudiro mulai digelar 15 Februari lalu dilanjutkan dengan pelepasan lampion serta pertunjukkan kembang api Fiesta pada 18 Februari kemarin. Akan digelar juga pertunjukkan Barongsai (Lion Dance) dan Liong (Naga Dance) serta upacara di Balai Kota Solo pada 5 Maret 2015 mendatang.

Namun sebagai tanda bela sungkawa atas korban kebakaran Pasar tradisional Klewerl, maka festival tahunan Solo diputuskan tidak digelar tahun ini. Sementara tradisi Grebeg Sudiro tahun ini mengusung tema 'Manunggaling Budhaya Nguri-uri Luhuring Bangsa'.

Tema itu bisa diartikan sebagai peleburan budaya yang harus sejalan dengan cita-cita bangsa. Perayaan Grebeg Sudiro juga bertujuan untuk membangun Solo sebagai Kota Budaya dan Pariwisata.

Kata grebeg, sebetulnya berasal dari istilah Jawa yang biasanya digunakan untuk perayaan tradisional dalam hubungannya dengan peristiwa Islam. Seperti peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW, Tahun Baru Islam, Idul Adha, dan Suro, Tahun Baru Jawa.

Puncak dari Grebeg Sudiro adalah ketika masyarakat berebut mengambil makanan dari susunan berbentuk kerucut raksasa yang sebelumnya diarak di tempat sekitar.

Seperti diketahui, Grebeg Sudiro disebut menjadi perayaan yang mencerminkan hubungan harmonis antara Cina dan masyarakat Jawa. Di mana mereka tinggal dalam satu kabupaten, saling menghormati tradisi budaya serta gaya hidup masing-masing dari tahun ke tahun.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement