REPUBLIKA.CO.ID, Pada dasarnya, kunci dari TK adalah untuk menyiapkan keseimbangan yang sehat antara memberikan ruang dan kesempatan yang cukup bagi anak untuk beraktivitas, termasuk membangun inisiatif dalam melakukan suatu kegiatan, serta belajar kecakapan sosial dan mematangkan emosi melalui permainan-permainan dalam kelompok.
Hanya, tak jarang TK salah kaprah dalam menerjemahkan kebutuhan SD terhadap calon murid. Sehingga, putra-putri kecil kita pun dijejali dengan pelajaran-pelajaran yang sifatnya akademis.
Padahal kemampuan tiap-tiap anak berbeda. Anak yang memang tergolong cerdas dan cepat menyerap pelajaran mungkin tidak mengalami kesulitan, tapi pada kenyataannya, tidak sedikit pula balita yang belum benar-benar siap untuk sekedar pegang pensil dan mengukirkan huruf-huruf di atas kertas.
“Hendaknya, TK tidak memukul rata semua kemampuan murid. Karena pendidikan seharusnya disesuaikan dengan kapasitas masing-masing anak, bukan menyeragamkan pola pikir,” tutur Kepala Pusat Keberbakatan Fakultas Psikologi UI, Dr. Reni-Akbar Hawadi, M.Psi, seperti dikutip www.parentsindonesia.com.
Lebih lanjut Reni menjelaskan bahwa TK adalah fondasi untuk menyiapkan anak agar siap belajar secara formal di tingkat SD. Persiapan ini tentunya tidak hanya melibatkan kecerdasan, tapi juga kematangan emosi serta kemampuan sosial.
“Di TK, anak diharapkan sudah bisa mandiri dan bersedia menerima otoritas orang lain. Dengan kata lain, dia sudah tidak perlu lagi didampingi orang tua. Contoh, jika seorang balita sudah mampu menulis abjad dengan sempurna, tapi saat diantarkan masuk SD masih harus selalu ditemani ibunya, itu berarti dia belum matang secara emosional.”