Ahad 04 Jan 2015 19:23 WIB

Tiga Jenis Perjanjian Pranikah

Pasangan suami istri
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Pasangan suami istri

REPUBLIKA.CO.ID, Menurut perencana keuangan OneShildt Financial Planning, Pandji Harsanto CFP ada  tiga jenis perjanjian pranikah. Perjanjian pranikah adalah perjanjian yang dibuat sebelum pasangan menikah dengan tujuan mengatur urusan harta yang dibawa sebelum hingga setelah menikah.

Selain mengatur tentang harta kekayaan perjanjian pranikah dapat mengatur segala ketentuan lain seperti tentang larangan melakukan kekerasan atau pembagian hak asuh anak. Pandji mengatakan, lewat perjanjian pranikah bisa saja dibuatkan klausula-klausula tambahan mengacu pada azas kebebasan berkontrak. Tambahan dibolehkan selama tidak bertentangan dengan hukum dan kesusilaan.

“Kadang persepsi membuat perjanjian pranikah adalah untuk mempersiapkan perceraian. Persepsi ini yang harus diluruskan, kita tidak pernah tahu apa yang terjadi dan apa yang akan dilakukan oleh pasangan. Dengan dibuat perjanjian ini maka akan menjamin kewajiban dan hak masing-masing pihak suami-istri dan hak anak,” ujar Pandji, Ahad (4/1). Berikut tiga jenis perjanjian pranikah.

Pemisahan harta bawaan masing-masing suami atau istri

Adanya pemisahaan terhadap harta bawaan dari masing-masing yang diperoleh sebelum perkawinan dilangsungkan, maka harta harta bawaan (seperti halnya hibah, warisan, pemberian orang tua, perolehan sendiri dan lain sebagainya) tetap dalam penguasaan masing-masing suami atau istri tersebut. Harta yang diperoleh setelah perkawinan berlangsung menjadi harta bersama.

Pemisahan untung rugi dalam perkawinan

Jika ada keuntungan yang diperoleh selama perkawinan, maka keuntungan tersebut akan dibagi dua antara suami istri. Namun sebaliknya, dalam hal terjadi kerugian ataupun tuntutan dari pihak ketiga, maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab masing-masing suami atau istri tersebut.

Pemisahan harta secara bulat (sepenuhnya)

Jika dilakukan pemisahan harta secara bulat, artinya seluruh harta, baik harta sebelum dan sepanjang perkawinan berlangsung menjadi hak dari masing-masing suami istri tersebut. Dengan adanya pemisahan harta secara sepenuhnya inilah, maka antara suami dan istri tersebut bisa melakukan perbuatan hukum sendiri atas hartanya tersebut. Misalnya, hendak dijual, ataupun dijaminkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement