REPUBLIKA.CO.ID, -- Film dokumenter bertajuk “I Am Ali” karya sineas Clare Lewis dirilis. Film ini menceritakan kehidupan pribadi petinju legendaris Muhammad Ali pada tahun 70-80an.
Film ini menunjukkan kehidupan Muhammad Ali yang penuh gurauan bersama keluarga dan teman-teman di akhir karier. Sebagian besar gambar di film ini diambil dari sebuah kaset yang direkam oleh keluarga Muhammad Ali.
Kaset tersebut awalnya tidak diketahui keberadaannya sampai kemudian salah seorang puteri Ali, Hana, menemukannya di sebuah vila milik keluarga. Ia pun memberikan rekaman tersebut kepada sineas Clare Lewis dengan seizin ayahnya. Kaset rekaman itu pun menjadi sorotan utama dalam dokumenter tersebut.
“Kaset-kaset rekaman menyingkap kehidupan pribadi Muhammad Ali, harapannya para penonton dapat lebih memahami pribadi yang memiliki karakter yang cukup kompleks,” kata Clare Lewis, dilansir dari VOA.
Sebagian orang, kata Lewis, menganggap Ali sebagai pahlawan karena berani menentang pemerintah Amerika Serikat dan mengecam perang di Vietnam. Sebagian lainnya menilainya sebagai pengkhianat karena menolak mengikuti wajib militer Amerika Serikat. Terlepas dari itu semua, dokumenternya menunjukkan semangat Ali yang luar biasa.
"I Am Ali" tidak bercerita banyak tentang pernikahannya yang gagal atau perempuan-perempuan di sekelilingnya, tetapi menyoroti kedekatannya dengan anak-anaknya. Dokumenter Lewis memperlihatkan karisma Ali sebagai atlet, pemimpin, simbol kekuatan bagi warga Afrika Amerika serta sebagai sosok yang humoris.
Ali berlaga di arena tinju untuk terakhir kalinya pada tahun 1981, dan dia dinyatakan mengidap Parkinson tiga tahun kemudian. Perlawanannya terhadap penyakit yang melumpuhkan itu diperlihatkan pada tahun 1996, ketika dia menyalakan api Olimpiade di Atlanta.
Dan dokumenter Clare Lewis, "I Am Ali", menunjukkan bahwa Muhammad Ali tetap merupakan ikon yang membanggakan di mata teman-teman, lawan-lawan dan terutama anak-anaknya.