REPUBLIKA.CO.ID, Jumlah anak-anak yang ditindas di internet meningkat dua kali lipat hanya dalam setahun. Dalam sebuah jajak pendapat yang melibatkan anak-anak berusia 11 hingga 17 tahun, sebanyak 35 persen dari anak-anak tersebut menyatakan pernah mengalami cyberbullying.
Padahal tahun lalu, seperti dikutip dari The Guardian, Senin (17/11), persentasenya berkisar pada angka 16 persen. Sebuah studi menemukan bahwa ribuan remaja, yang masih berusia 15 tahun ke bawah menggunakan layanan penyampaian pesan seperti Snapchat dan aplikasi berkencan Tinder setiap harinya. Beberapa orang tua bahkan membantu anak-anak mereka untuk membuat akun dalam layanan komunikasi tersebut.
Perusahaan keamanan internet McAfee melakukan sebuah jajak pendapat di Inggris dengan menanyai 2.000 anak-anak dan 2.000 orang dewasa yang setidaknya memiliki satu anak yang berusia di bawah 18 tahun. Hanya kurang dari sepertiga dari para orang dewasa (27 persen) yang menyatakan bahwa mereka khawatir jika anaknya menjadi korban cyberbullying.
“Survei McAfee ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan yang nyata antara perhatian orang tua dan realitas yang dihadapi oleh anak-anak di dunia maya,” ujar Professor Pertanggungjawaban Sosial Penggunaan IT Universitas Plymouth, Andy Phippen.
Meskipun sebanyak 77 persen dari orang dewasa itu telah memberikan edukasi tentang keamanan berinternet, Phippen menilai ada area-area di mana orang tua mungkin tidak sepenuhnya menyadari perilaku online anak-anak mereka.
Saat ini, menurut Phippen, merupakan waktu yang tepat bagi para orang tua untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut mengenai keamanan berinternet. Selain itu, para orang tua juga harus lebih memahami tentang platform-platform sosial yang ada saat ini “Terutama tentang usia berapa yang sesuai untuk menggunakan platform sosial tersebut,” jelas Phippen.