REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai negara kepualauan, Indonesia seharunya bisa unggul dalam wisata bahari. Namun nyatanya, Indonesia masih tertinggal dalam menggarap potensi wisata yang satu ini.
"Sebagai negara maritim, Indonesia harusnya bisa mengembangkan potensi wisata bahari karena peluangnya sangat besar untuk dikemabangkan," kata Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar dalam diskusi "Wisata Bahari Bisnis dan Investasi Masa Kini", Senin (29/9) di Jakarta.
Sapta mengatakan, Indonesia memiliki 17.508 pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Namun dari jejeran pulau tersebut, hanya segelintir objek wisata bahari yang terkenal dan memiliki kunjungan wisatawan yang tinggi. Sebut saja macam Bali, Lombok, Raja Ampat, Kepulauan Mentawai, Wakatobi dan Pulau Komodo.
"Padahal kalau dari belasan ribu pulau itu ada tiga ribu pulau saja yang dikembangkan secara maksimal, maka potensinya akan sangat besar. Sehingga dapat memberi tambahan devisa bagi Indonesia," kata Sapta.
Selain soal infrastruktur, masalah mendasar dalam pengembangan wisata bahari adalah pola pikir masyarakat yang masih terkonsentrasi pada daratan. Mental masyarakat, kata Sapta, masih terpusat pada daratan.
"Contoh mudahnya saja, berapa banyak keluarga yang mau untuk olahraga air, diving atau surfing misalnya. Ini persoalan mendasar, dan memang butuh waktu untuk perubahan. Memang tidak cukup waktu satu atau dua tahun, tapi memang harus dimulai," kata Sapta.
Selain itu, kendala wisata bahari di Indonesia terletak pada masalah integrasi. Padahal hal ini sangat penting dilakukan dalam menunjang wisata bahari.
Dalam hal ini, pemerintah Indonesia bisa belajar dari Australia yang mengelola wisata baharinya dalam empat fokus utama, yakni marine gas and oil, marine biologist, marine transportation, dan marine recreation. Pemasukan terbesar datang dari faktor keempat, yakni rekreasi laut. Hal ini, kata Sapta, bisa menjadi acuan bagi pemerintah dalam rangka mengembangkan wisata bahari.
"Inilah yang menjadi tantangan bagi pemerintahan Indonesia yang mana paket liburan harus dibuat sebaik mungkin dengan tawaran kegiatan liburan yang menarik. Misalnya, paket liburan yang menawarkan diving, surfing, fishing, dan sebagainya," ungkapnya.
Pemerintah juga diharapkan mampu membuat peraturan penggunaan laut sebagai objek wisata agar bisa menjaga kelestarian laut tersebut.
Dengan begitu wisata bahari nantinya mempunyai dampak ikutan yang besar bagi sektor ekonomi kreatif, seperti cinderamata dan kuliner yang secara langsung mengangkat perekonomian rakyat.
“Sehingga diharapkan juga dapat memenuhi tantangan pemerintah yang baru, Indonesia dituntut untuk dapat mendatangkan wisatawan asing sebanyak 20 juta orang di tahun 2019. Diprediksi hal ini mampu memberikan tambahan devisa bagi Indonesia hingga Rp 240 triliun," ujar Sapta.