REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Saya juga sempatkan bertemu sejarawan dari Garut Heritage, Frans Lumiart. Pegiat sejarah itu menyebut keberadaan Garut sebagai pusat ibu kota kabupaten bukan tanpa perjalanan panjang. Kota Garut, ujarnya, barulah muncul saat pemerintahan pindah dari Lim bang an menuju Kota Garut sekarang. Pemindahan ibu kota dilakukan pada 1813 saat Garut dipimpin Bupati Adiwijaya (1813-1831).
Boleh jadi, pemindahan dilakukan lantaran Limbangan yang kerap terjadi bencana pada masa itu. Garut dipilih juga lantaran posisinya strategis di pinggiran Sungai Cimanuk. Sungai merupakan sarana transportasi vital pada awal abad ke-19.
Pemindahan ibu kota di 17 kilo meter dari Limbangan itu dila kuk an dengan membentuk pola peme taan yang populer seperti di be lahan Jawa lainnya. Ada pendopo, masjid agung, dan perwakilan pemerintah Belanda melalui kantor Asisten Residen. Pola ini dibangun berdasarkan kebutuh an Be landa. Garut butuh peng awas an ka rena lumbung yang ba nyak mengi rim upeti bagi kantong kolonial.
Namun demikian, catatan pemindahan ini yang kemudian mem buat goresan menarik tentang asal usul nama Garut. Dikisah kan dan dipercaya secara tu run temurun, asal usul nama Ga rut muncul saat pesuruh Bupati Adiwijaya menemukan sebuah mata air yang masih dikerumuni rawa. Seorang petugas berucap kakarut(bahasa Sunda:
tergores) ranting pohon.
Seorang Belanda tak dapat me nirukan kata tadi dan menyebutnya gagarut. Awal rencana nya, kata Frans, meski dipindah kan pusat ibu kota, nama kabupaten masih akan tetap menggunakan na ma Kabupaten Limbang an. Namun, berdasarkan pesan dan saran sepuh setempat, nama Ga rut yang kemudian diperkenalkan."Lokasi mata air itu kini berada di atas bangunan SMP 1 dan II Garut," ujar Frans.
Di Seputaran Alun-Alun
BABANCONG
Bangunan yang mendadak monumental dan dianggap sebagai ikon sejarah Kota Garut. Babancong merupakan bangunan kecil seperti pendopo atau pesanggrahan yang sejak pertama didirikan digunakan sebagai mimbar para pembesar.
Bangunan seluas 15 meter persegi berada di depan Pendopo Garut. Digunakan sebagai tempat duduk bupati, raja kecil asuhan Belanda setiap menengok aktivitas keramaian alun-alun.Babancong juga sempat dipijak Presiden Soekarno saat berpidato di hadapan ribuan masyarakat Garut.
MASJID AGUNG
Diyakini didirikan pada 1813 seiring pembangunan pusat ibu kota. Masjid Agung Garut gagah meski arsitekturnya diyakini sudah tak lagi sama seperti sedia kala. Kubah yang hinggap di puncak bangunan, mengubah arsitektur lamanya yang dulu dibuat dengan atap limasan tumpang berlapis tiga. Konsep masjid di tatar Priangan memang dikenal dengan atap dengan istilah `nyungcung'.
KANTOR ASISTEN RESIDEN
Raja-raja boleh terlihat besar di hadapan rakyatnya. Namun, tidak demikian jika di mata Belanda. Bangunan yang kini menjadi Bakorwil Garutlah yang kemudian menjadi buktinya. Merupakan bangunan pengawas seluruh aktivitas kerajaan Garut. Posisinya berada di utara alun-alun, segaris lurus dengan keberadaan pendopo bupati. Bangunan yang menjadi bukti keberlangsungan pemerintahan raja-raja kecil di Garut, harus berdasarkan pengaturan Belanda.
BANGUNAN PENJARA
Masih di poros Jalan Ahmad Yani, tepatnya di seberang jalan alun-alun garut bagian timur. Bangunan ini digunakan sebagai rumah tahanan atau bui sejak zaman kolonial. Diperkirakan dibangun pada rentang 18601870.