REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Tika Bisono mengatakan peningkatan angka perceraian di Indonesia bukanlah suatu yang mengherankan. Hal itu karena perempuan masa kini lebih memahami hak dan kewajiban sebagai istri jika dibandingkan mereka yang berumah tangga pada dua dekade sebelumnya.
"Produk Hak Asasi Manusia terpublikasikan dengan baik di masyarakat sehingga membuat perempuan semakin mengerti hak dan kewajibannya. Ini turut melatari mengapa perempuan kini lebih berani mengajukan gugatan cerai," kata Tika di Jakarta, Jumat, ketika ditanya seputar fenomena kenaikan angka perceraian di Indonesia.
Ia mengemukakan, perempuan masa kini juga memiliki karakter yang jauh berbeda dibandingkan yang tumbuh dan berkembang pada era tahun 50-an hingga 70-an.
"Dulu, bercerai itu bukan suatu pilihan. Kini, jika merasa susah maka memilih lebih baik sendiri atau cari pasangan lain," ujar perempuan kelahiran Riau, 1 Oktober 1960 ini.
Padahal, ia melanjutkan, suatu perkawinan itu tidak memberikan pilihan untuk bercerai. "Yang ada itu bagaimana caranya menghadapi tantangan," kata mantan penyanyi ini.
Menurutnya terjadi kesalahan dalam pola asuh yang diterapkan keluarga di Indonesia sehingga anak-anak tumbuh menjadi rapuh ketika diterpa masalah.
"Perempuan cenderung rapuh, cepat ngeluh, kurang tahan banting. Mengapa demikian tentunya karena pola asuhnya, bukannya anak-anak itu lebih lama di rumah dibandingkan di sekolah," ujar dia.
Sementara itu, kasus perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Barat mengalami peningkatan berdasarkan catatan jumlah akta cerai sebanyak 1.600 pada akhir Agustus 2014 atau lebih banyak 210 pada periode yang sama pada 2013.
Penyebab utama perceraian diantaranya, kurangnya tanggung jawab dan lemahnya kemampuan ekonomi dari suami.