REPUBLIKA.CO.ID, Diplomasi kuliner telah lama dipraktikkan sebagai penyambung rasa antarnegara. Sebuah restoran di London membawa konsep diplomasi kuliner ke tingkat yang lebih tinggi lagi.
Bila sebelumnya diplomasi kuliner banyak dilakukan untuk mempromosikan wisata negara, restoran bernama Conflict Kitchen London mengajak pengunjungnya mencicipi makanan, sekaligus membahas prospek perdamaian di negara asal makanan tersebut.
Conflict Kitchen London adalah restoran dengan gaya pop up. Artinya restoran hanya akan buka sementara sampai waktu yang ditentukan. Pembukaan restoran ini dalam rangka International day of Peace yang jatuh pada 21 September.
Makanan yang disajikan kali ini berasal dari Myanmar, Yordania, dan Peru.
Dengan harga mulai dari 57 dolar AS, three course meal atau tiga macam makanan disiapkan. Pengunjung lalu bisa berbincang dengan pengunjung lain menggunakan semacam kartu yang disiapkan tentang negara-negara tersebut. Mulai dari ekspor terbesar negara hingga pemimpin oposisi. Beragam minuman koktil juga bisa dipesan, misalnya Rangooni dari nama ibu kota Myanmar, Yangon.
Pembicaraan juga tak harus melulu tentang negara-negara yang makanannya bisa dipesan. Seperti dikutip dari Reuters, topik lain seperti referendum Skotlandia juga bisa dibicarakan.
Conflict Kitchen London terinspirasi dari Cocina del Conflicto, sebuah proyek di Pennsylvania yang hanya menyajikan makanan dari negara-negara yang berkonflik dengan AS. Proyek ini merupakan bagian dari Talking Peace Festival yang dibuat oleh International Alert.
Seorang pengunjung, Nina Harris, mengatakan rasanya berbeda ketika mencampur makanan dengan politik. ''Tapi saya menikmatinya,'' kata perempuan berusia 18 tahun itu.
Ia mengaku sangat menikmati restoran itu. Katanya, menyenangkan bisa bergabung dengan orang lain dari beragam usia dan bertemu orang-orang dengan berbagai pekerjaan dan latar belakang.