Kamis 18 Sep 2014 19:40 WIB

Pelajaran Ekstrakurikuler Bisa Tekan Kasus Bullying

Stop Bullying
Foto: gabriellamagdalena.blogspot.com
Stop Bullying

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Kegiatan di luar jam pelajaran atau ekstrakurikuler bisa menekan kasus penindasan atau "bullying" di sekolah karena terjadi interaksi positif antara senior dan junior, kata psikolog Kasandra Putranto.

"Siswa harus diberikan kegiatan di luar jam belajar, jadi semua sibuk sehingga tidak terpikir lagi dengan "bully mem-bully". Boleh dicek, sekolah yang siswanya sibuk pasti tidak ada 'bullying'," kata Kasandra terkait diberhentikannya 13 siswa SMA Negeri 70 Jakarta Selatan yang terlibat kasus penindasan.

Ia mengemukakan, pihak sekolah dapat saja mewajibkan setiap siswa memiliki kegiatan luar sekolah untuk menumbuhkan rasa kebersamaan di lingkungan sekolah. "Interaksi yang positif otomatis akan terbangun jika berada dalam organisasi yang sama, dan ini baik untuk mengubah budaya penindasan yang sudah terlanjur terbentuk di SMA Negeri 70," ujarnya.

Selain itu pihak sekolah juga harus aktif dalam memberikan hukuman dan hadiah terkait kasus ini sebagai bentuk, penyadaran, pengawasan dan monitoring.

"Semua harus disadarkan, bukan hanya disadarkan ketika pertama kali melihat perjanjian masuk sekolah. Tapi benar-benar disadarkan melalui pelatihan-pelatihan rutin bahwa mem-bully itu suatu yang tidak baik," kata ibu tiga anak ini.

Menurut perempuan berusia 45 tahun ini, sekolah juga dapat memanfaatkan tes psikologis dalam memperbaiki moral siswa. Selama ini, ia melihat kecenderungan pihak sekolah hanya menjadikan tes psikologis sebagai acuan untuk menentukan tingkat intelektual siswa seperti penentuan jurusan IPA atau IPS.

"Padahal banyak yang dapat dilihat dari suatu tes psikologis untuk suatu pembinaan mental. Melalui tes ini dapat diketahui apakah anak ini memiliki masa kecil yang tidak menyenangkan, kurang matang dalam berpikir, atau masih labil sehingga berpotensi bertindak di luar batas," ujar dia.

Terkait dengan penanganan kasus bullying di SMAN 70, Kasandra menyatakan tidak sependapat dengan langkah sekolah yang memberhentikan 13 orang siswanya itu. "Berarti ini hanya memindahkan masalah ke tempat lain, seharusnya ada pembinaan terhadap korban dan pelaku sekaligus, bukan diberhentikan," ujar dia.

Untuk korban, menurutnya, harus dilakukan pemulihan dengan didampingi konsoler untuk menghilangkan trauma. Sementara untuk pelaku harus diberikan kesempatan untuk rehabilitasi yang mengarah pada perubahan perilaku.

"Teroris saja diberikan kesempatan untuk rehabilitasi, mengapa siswa tidak dan langsung dikeluarkan saja. Sekolah itu untuk semua kalangan, siswa yang berkarakter baik dan jelek. Artinya tinggal bagaimana cara mendidiknya," ujar dia.

Jika penanganan terhadap pelaku ini tidak tepat, maka akan semakin memunculkan dendam dan lingkaran kekerasan akan tetap bertahan di sekolah tersebut. "Pelaku nantinya akan semakin ingin mem-bully," kata psikolog klinis dan forensik ternama di Jakarta.

Kemarin, seluruh siswa kelas 12 SMAN 70 Bulungan, Jaksel, mogok sekolah. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk dukungan kepada rekannya yang dikeluarkan pihak sekolah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement