REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kini Museum Gunung Api Merapi di Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dilengkapi dengan film dokumenter Mahaguru Merapi.
Peluncuran Film Mahaguru Merapi resmi dilangsungkan Rabu 3 September 2014 oleh Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Dr Surono yang ditandai dengan pemotongan Tumpeng dan penyerahan Film Mahaguru Merapi dari Surono kepada Bupati Sleman Sri Purnomo. Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan pemutaran Film Mahaguru Merapi untuk yang pertama kalinya.
Hadir pada kesempatan tersebut antara lain Plt Kepala BPBD DIY Gatot Saptadi, Kepala BPPTKG Subandriyo, Kepala PVMBG. Hendrasto, Kepala BPBD Kabupaten Sleman Julisetiono Dwi Wasito, Kepala Dinas Budpar Sleman Ayu Laksmidewi.
Kepala PVMBG Hendrasto mengatakan Film Mahaguru Merapi dibuat oleh Pusat Vulkaonolgi dan Mitigasi Bencana Geologi, yang bertujuan sebagai sarana sosialisaasi tentang kebencanaan gunungapi pada umumnya, dan Gunung Merapi khususnya. "Film ini sebagai salah satu wujud dari upaya mitigasi bencana gunung api," katanya.
Ia mengatakan, melalui Film Mahaguru Merapi masyarakat bisa belajar mengenai lebih dalam karakteristik Gunung Merapi dan bagaimana melakukan upaya mitigasi yang lebih efektif dimasa mendatang.
"Tujuannya agar bisa meminimalisir kerugian akibat bencana yang ditimbulkan dan tentu jangan sampai ada korban akibat letusan," katanya.
Bupati Sleman Sri Purnomo dalam sambutannya antara lain menyampaikan bahwa peluncuran film dokumenter ini merupakan langkah yang penting bagi Museum Gunung Api Merapi tidak hanya untuk menambah koleksi tetapi juga media edukasi bagi masyarakat terutama di kawasan gunung Merapi baik yang di wilayah Daerah Istimewa , Jawa tengah khususnya dan pengunjung museum secara umum.
"Film Dokumenter yang bersumber pada kejadian erupsi Gunung Merapi 2010 yang menimbulkan korban jiwa dan materi yang cukup besar, sangat strategis sebagai bahan pembelajaran para stakeholder dalam melakukan mitigasi bencana.
"Mengingat dalam film ini juga dimaksudkan sebagai upaya pengurangan resiko bencana. Film ini harus dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran bersama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan gunungapi," katanya.
Menurut dia, hal ini sangat diperlukan terlebih masyarakat Sleman mau tidak mau harus hidup berdampingan dengan Gunung Merapi.
"Guna menyiapkan masyarakat khususnya anak-anak sekolah dalam menghadapi bencana, hingga saat ini, di Sleman telah terbentuk enam sekolah siaga bencana yang terdiri dari dua sekolah dasar, satu SMP dan tiga SMK," katanya.
Ia mengatakan, jumlah tersebut akan bertambah satu sekolah lagi yang akan menjadi SSB yaitu SDN Umbulharjo II. "Selain itu juga telah terbentuk desa tanggap dan tangguh bencana di Sindumartani, Ngemplak dan Wukirsari, Cangkringan. Kami berharap dari upaya tersebut kami dapat secara bertahap menyiapkan masyarakat Sleman khususnya di daerah rawan bencana dapat melakukan mitigasi bencana apabila sewaktu-waktu terjadi erupsi," katanya.
Sri Purnomo mengatakan, film dokumenter tersebut juga merupakan salah satu upaya strategis untuk menarik masyarakat mengunjungi Museum Gunung Api Merapi ini.
"Kami laporkan bahwa pengunjung Museum Gunungapi Merapi dari tahun ke tahun terus meningkat. Terlebih sejak erupsi Gunung Merapi 2010," katanya.