REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pengamat pariwisata Bali, Dewa Rai Budiasa mengatakan protes yang dilakukan warga Banjar (Dusun) Suka Duka Giri Dharma, Desa Ungasan, Kabupaten Badung, terhadap investor Garuda Wisnu Kencana (GWK), PT Alam Sutera Realty Tbk, harus dapat diselesaikan secepatnya. Karena jika tidak, dapat merusak citra pariwisata Bali.
"Kondisi tersebut (Protes) memang dapat dimaklumi karena selama ini kurang jelasnya ketentuan pemerintah terhadap hak-hak orang Bali di kawasan pariwisata. Namun di sisi lain masalah itu jika berlarut-larut dapat merusak citra pariwisata," kata pengamat pariwisata Bali, Dewa Rai Budiasa di Denpasar, Selasa.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah harus lebih arif dan teliti dalam menerima investor luar negeri untuk berinvestasi di Bali, mengingat daerah ini bermodalkan seni budaya dan adat istiadat yang tiada duanya di dunia.
Bali yang mengembangkan dunia pariwisata budaya bernafaskan agama Hindu, hendaknya bisa dilestarikan, termasuk adat istiadat yang ada, bukan justru dirusak bahkan meniadakannya seperti yang dialami masyarakat sekitar GWK.
Dewa Rai Budiasa mengatakan, jika peristiwa ini tidak bisa ditangani dengan bijak, dikhawatirkan kasus serupa akan muncul di objek wisata lainnya yang tersebar di Bali.
"Saya berpandangan bahwa kejadian semacam ini akan terjadi juga di lokasi lain seperti Sanur, Kuta, Lagian dan Nusa Dua, karena kepemilikan usaha pariwisata di wilayah itu pada awalnya banyak dilakukan dengan kekurangcermatan," ujar Dewa Rai.
Seperi diberitakan, warga Banjar (Dusun) Suka Duka Giri Dharma Desa Ungasan, Kabupaten Badung mengajukan protes kepada investor Garuda Wisnu Kencana (GWK) Bali, PT Alam Sutera Realty Tbk, karena mengalihkan salah satu akses masyarakat di sekitar itu ke lokasi lain.
"Kami dan warga tetap meminta investor merealisasikan akses Jalan Rurung yang berada di areal GWK. Sebab jalan tersebut sudah ada sejak terun-temurun sebagai akses menuju ke kuburan," kata Kelian (Ketua) Banjar Giri Dharma, Wayan Kurma di Jimbaran, Badung, Bali.
Ia mengatakan sejak pembebasan kawasan tersebut menjadi kawasan GWK sudah ada kesepakatan dengan investor terdahulu, bahwa akses tersebut tetap dibuka dan dapat dipergunakan untuk akses kepentingan desa adat.
"Namun dengan investor baru ini, tiba-tiba mengingkari kesepakatan tersebut. Karena penyerahan kepada investor lama ke baru harus mengikuti apa yang menjadi kesepakatan terdahulu yang berkaitan dengan kepentingan umum, dalam hal ini desa adat setempat," katanya.