REPUBLIKA.CO.ID, WAISAI, RAJA AMPAT -- Kepala Satuan Kerja Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) Raja Ampat Kementerian Kelautan dan Perikanan Dani Dasa Permana mengatakan masih banyak pembangunan di Raja Ampat yang merusak terumbu karang.
"Pembangunan bandara, permukiman, resor dan penginapan di Pulau Waigeo masih banyak yang belum ramah lingkungan. Terjadi penebangan pohon sampai rata," kata Dani Dasa Permana di Waisai, Raja Ampat, Papua Barat, Selasa.
Dani mengatakan pada musim penghujan, pembangunan yang tidak ramah lingkungan itu mengakibatkan banyak lumpur tebal terbawa ke laut yang menyebabkan terumbu karang rusak dan mati.
"Jadi tidak hanya aktivitas (penangkapan ikan ilegal,red) 'illegal fishing' di perairan saja yang merusak terumbu karang. Aktivitas pembangunan di daratan juga berpotensi merusak terumbu karang," tuturnya.
Menurut Dani, dalam beberapa patroli di perairan Waigeo Barat, Pulau Misool dan Pulau Kofiau, pihaknya beberapa kali menangkap nelayan asal Buton yang melakukan "illegal fishing" menggunakan bom.
Dani mengatakan nelayan asal Buton itu menetap di Pulau Buaya, Kabupaten Sorong. Menurut dia, pelaku "illegal fishing" yang merusak terumbu karang bukan nelayan dari Kabupaten Raja Ampat.
"Masyarakat Raja Ampat beberapa tahun belakangan ini sudah mulai memiliki kesadaran pentingnya terumbu karang sehingga sudah tidak lagi mencari ikan menggunakan bom," tuturnya.
Dani mengatakan kondisi terumbu karang di perairan Raja Ampat masih sangat baik dan terjaga. Saat ini cakupan terumbu karang masih 60 persen sampai 70 persen, yang masih termasuk tinggi.