REPUBLIKA.CO.ID, Berusia lebih dari seabad, bubur ini cocok untuk berbuka karena teksturnya lembut. Bakda Ashar, seorang pria berkopiah putih sibuk mengisi ratusan gelas kosong yang telah tertata rapi di beranda Masjid Jami' Pekojan, Kelurahan Purwodinatan, Semarang, dengan susu cokelat.
Tiap-tiap gelas plastik warna- warni ini bersanding dengan segelas air putih, semangkuk bubur bersayur serta dua buah kurma yang tersaji pada piring plastik kecil.
Saat matahari semakin condong ke barat, pria bernama Yunan Pahlevi itu telah menuangkan tiga teko besar susu cokelat. Sore itu, sebanyak 200-an gelas susu cokelat dihidangkan untuk melengkapi menu iftar utama di masjid itu.
Usai menyiapkan iftar tersebut, pria berusia 35 tahun itu pun menyempatkan berbincang dengan Republika. Ia mengatakan, Masjid Jami' Pekojan yang berlokasi di Jalan Petolongan, Semarang, ini memiliki sajian iftar yang khas, yakni bubur india.
"Ada yang menyebutnya dengan bubur india, ada pula yang mengistilahkan dengan bubur koja, atau asal muasal moyang kami," ungkap Yunan.
Bubur india bisa dikatakan sebagai menu iftar legedaris di Masjid Jami' Pekojan. Ya, karena bubur india telah disajikan sebagai iftar kepada jamaah masjid tersebut sejak 120 tahun silam. Sungguh merupakan rentang sejarah yang sangat panjang.
Penyajian iftar ini bermula dari kebiasaan sejumlah warga keturunan Koja yang mengawali buka puasa dengan menyantap bubur di masjid, yang berdiri di atas tanah wakaf dari Khalifah Natar Sab asal Gujarat tersebut.
"Sebelum pulang ke rumah dari berdagang, mereka biasanya menunggu azan Maghrib di masjid ini," kata pengurus Yayasan Wakaf Masjid Jami' Pekojan itu.