Oleh: Israr Itah
Bulan puasa bermakna banyak bagi dokter Maharani. Menurut spesialis rehabilitasi medik ini, Ramadhan bukan semata meningkatkan ibadah, melainkan juga memiliki lebih banyak waktu berkumpul dengan anak-anaknya.
Berbuka puasa bersama keluarga menjadi momen yang tak ingin dilewatkan perempuan berusia 60 tahun ini.
Kuliner beragam rasa menanti di atas meja. Dari banyak macam masakan yang dikonsumsi selama berbuka puasa, salah satu yang menjadi kegemarannya adalah bubur pedas.
Bubur pedas adalah masakan khas etnis Melayu, Sumatra Utara. Meski demikian, bubur pedas ini juga dikenal di sebagian daerah Kalimantan dan Malaysia dengan resep yang berbeda.
Makanan ini merupakan olahan umbi-umbian, kentang, wortel, jagung, pisang muda, labu, serta berbagai jenis kacang. Makanan itu dimasak dengan santan dan bumbu yang sebelumnya sudah disangrai.
Bumbu ini terdiri atas beras, ramuan rempah, di antaranya temu kunci, temu mangga, adas manis, dan jintan, kacang-kacangan dan jagung, serta daun-daunan yang dipercaya baik untuk kesehatan.
Selain itu, masih ditambah ebi, kepala ikan kakap, serta ikan teri. Ada juga yang menambahkan daging segar dan bermacam ikan.
Makanan tersebut sama sekali tidak ada cita rasa pedas, tetapi panas. Rasa hangat muncul saat makanan ini melewati tenggorokan yang kemungkinan menjadi alasan mengapa disebut bubur pedas.
Dari kecil sudah terbiasa makan bubur pedas. Selain enak, makanan ini juga baik untuk tubuh karena mengandung banyak rempah dan dedaunan. “Bagus dimakan saat berbuka puasa. Jauh lebih baik makan ini ketimbang mengonsumsi es,” kata dokter empat anak yang berdomisili di Medan itu.