Rabu 21 May 2014 12:16 WIB

Yuk...ke Pantai Sawarna (2)

Red: M Akbar
Pantai Karang Taraje, Sawarna, Banten
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Pantai Karang Taraje, Sawarna, Banten

REPUBLIKA.CO.ID, Deburan ombak memecah hening di pagi buta. Jam dinding di tempat kami menginap telah menunjukkan pukul 04.00 WIB. Waktu itu menjadi jadwal yang telah kami tetapkan dengan tukang ojek yang hendak membawa kami menyaksikan munculnya matahari di Pantai Karang Beureum, salah satu spot yang ada di kawasan Pantai Sawarna, Banten.

Lima belas menit berlalu dari jadwal yang ditetapkan, lima sepeda motor roda dua akhirnya datang juga ke tempat kami menginap. Saat kami hendak berjalan, terdengar permintaan salah seorang tukang ojek agar salah seorang rekan kami yang bertubuh subur untuk tidak naik dengannya. ''Jalannya rusak, takut motornya tidak kuat,'' kata tukang ojek itu kepada Aditya Pradana Putra, fotografer Republika, yang memiliki bobot mencapai 109 kg tersebut.

Selepas menyisir jalan beraspal selebar empat meter, rute perjalanan berubah setelah masuk ke dalam gang. Di depan gang tertulis lokasi yang hendak kami tuju adalah wisata pantai Legon Pari. Tak jauh dari mulut gang tersebut, kami melewati jembatan gantung. Dasar jembatan ini berupa potongan kayu sepanjang 1,5 meter yang disusun hingga sejauh sekitar lima meter. Di bawahnya mengalir kali yang bermuara ke pantai Sawarna.

Bagi pejalan kaki, keselamatan lebih terjamin. Mereka bisa memegang sejenis kawat yang ada di sisi kiri dan kanan jembatan. Maklum saja setiap kali ada beban yang melintas maka jembatan ini kerap bergoyang-goyang. Nah ketika motor yang kami tumpangi hendak melintas jembatan ini, mereka melakukannya secara satu per satu. Setelah satu sepeda motor telah berada di ujung jembatan, barulah motor yang berikutnya berjalan. ''Menyeramkan juga,'' celetuk Susi, salah seorang anggota tim kami dari Alif TV.

Lepas dari jembatan gantung yang bergoyang-goyang itu, trek agak bersahabat. Alas jalan selebar dua meter itu sudah terlihat dicor. Tapi jaraknya tak lebih dari 300 meter saja. Berikutnya, tantangan yang sesungguhnya bagi seorang pengemudi sepeda motor diuji. Jalanan itu berbatu disertai tanah liat di dasarnya. Batu-batu itu berukuran beragam, mulai dari sekepalan tangan orang dewasa hingga seukuran batok kelapa muda yang besar pun ada.

Saya yang terbiasa bersepeda motor di Jakarta, kecut juga melihat medan jalan yang kami lewati ini. Sambil berdoa di dalam hati supaya sepeda motor tak terjatuh, kedua tangan saya memegang erat-erat bagian belakang bangku motor bebek yang saya tumpangi. Saya patut kecut hati karena beberapa jam sebelumnya, hujan baru saja mengguyur kawasan Sawarna.

Kekecutan lainnya karena untuk melintas di jalan ini tak ada lampu penerang. Maklum saja, kami melintas kawasan hutan dengan vegetasi tanaman yang beragam seperti semak belukar, pohon jati, pohon pisang serta beberapa tempat terlihat juga areal pesawahan. ''Kita sih sudah terbiasa,'' sahut Lukman, tukang ojek yang saya tumpangi. ''Jalan seperti ini sudah resiko kami. Biasanya (bagian motor) yang cepat rusak laher (bagian yang ada di roda motor) dan shock (breaker).''

Aat Suhatni (41 tahun), pengojek yang menjadi pemandu kami selama di Sawarna, mengatakan kondisi jalan yang rusak dan lumayan jauh itu membuat harga sewa ojek relatif mahal. Ia menyebut jarak dari tempat kami menginap untuk menuju Pantai Karang Beureum, Legon Pari dan Karang Taraje itu hanya sejauh tiga kilometer.

Tapi tarif ojek per orang untuk menuju tiga spot di pesisir Pantai Sawarna ini, kata dia, dipatok Rp 140 ribu. ''Pernah sewaktu Lebaran kemarin kita mendapat pemasukan sampai Rp14 juta per hari dari tiket karcis masuk. Kalau tukang ojeknya sendiri sehari bisa sampai Rp 2 juta per orangnya,'' kata pria yang akrab disapa Baduy ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement