Senin 19 May 2014 12:19 WIB

Melepas Rindu Kuliner Solo Lewat Menu Brambang Asem

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Indira Rezkisari
Brambang asem
Foto: Yasin Habibi/Republika
Brambang asem

REPUBLIKA.CO.ID, Pergi merantau sering kali membuat orang merasa kangen dengan masakan daerah asalnya. Warga Solo, Jawa Tengah, contohnya, akan kesulitan menemukan brambang asem dan cabuk rambak di Jakarta. Keduanya belakangan ini sudah termasuk kudapan kategori klangenan alias jarang ditemui.

Di Solo pun cuma beberapa tempat saja yang menjajakannya. Brambang asem dan cabuk rambak tak dapat ditemukan di sembarang  pasar tradisional. Anak-anak muda asal Solo sekali pun, menjadi asing dengan kuliner khas daerah tersebut. 

Berangkat dari keprihatinan ini, pemilik Dapur Solo, Swan Kumarga, akan segera memasukkan dua panganan tersebut dalam daftar menu di restorannya.

Swan ingin mengangkat makanan kampung tersebut menjadi makanan yang disukai orang gedongan. Ia yakin, dengan penyajian yang pantas plus penggunaan bahan pelengkap lain, makanan kampung bisa 'naik kelas'. 

“Terhidang di restoran, saya harap anak-anak muda pun bisa mengenal dan menyukai kuliner khas Solo,” ucapnya.

Seperti apakah brambang asem? Swan menjelaskan, makanan ini terbuat dari daun ubi rambat yang disiram sambal gula merah dan asam jawa. Brambang asem yang memadukan rasa pedas, asam, dan manis sekilas tampak mirip plecing kangkung khas Lombok dan Bali.

Swan mengatakan, cara pembuatan brambang asem sangat sederhana, yakni cukup dengan merebus daun ubi rambat. Sambalnya terbuat dari ulekan gula merah, cabai, asam jawa, terasi, dan bawang merah (brambang). 

Sambal yang telah dihaluskan tersebut kemudian disiramkan ke daun ubi rebus. Brambang asem biasanya disajikan bersama tempe gembus dan kerupuk karak. Tempe gembus terbuat dari ampas tahu yang difermentasikan. 

Brambang asem cukup mudah untuk dibuat sendiri di rumah. Kalau kesulitan menemukan daun ubi rambat, Anda dapat menggantinya dengan kangkung. 

Akan tetapi, menurut Swan, kedua daun tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Daun ubi memiliki ciri khas agak berlendir, sementara kangkung agak kesat. "Daun ubi begitu cukup direbus sebentar, sedangkan kangkung agak lama,” jelasnya.Senasib dengan brambang asem, cabuk rambak juga mulai tersingkir di tepi zaman. Cabuk rambak adalah kudapan berupa ketupat atau lontong yang diiris tipis, kemudian disirami saus wijen. 

Jika dilihat sekilas, saus wijen tersebut mirip dengan saus bumbu kacang tanah biasa. Akan tetapi, rasanya jauh berbeda. 

Saus cabuk rambak didominasi rasa wijen dan daun jeruk. Cabuk rambak rasanya gurih, sama sekali tidak terasa pedas. “Sausnya dibuat dari campuran kacang wijen, kemiri, daun jeruk, bawang merah, bawang putih, ketumbar, kelapa parut yang terlebih dulu disangrai, dan kacang kedelai yang dihaluskan,” urai Swan.

Istilah 'cabuk' mengacu pada wijen, sedangkan 'rambak' berarti kerupuk kulit. Memang agak mengherankan dengan istilah rambak karena di dalam kudapan tersebut tidak terdapat kerupuk kulit sama sekali. Cabuk rambak justru memakai kerupuk karak, yakni kerupuk yang terbuat dari nasi kering yang dicampur garam bleng.

Cabuk rambak biasanya dihidangkan untuk sarapan pagi. Mengingat porsinya yang tidak seberapa besar, cabuk rambak juga sering disajikan sebagai kudapan di antara jam makan siang dan makan malam. Aslinya, cabuk rambak tidak tersaji di atas piring. 

“Warga menikmatinya dengan menggunakan pincuk, yaitu daun pisang yang dilipat mengerucut,” jelas Swan. 

Berawal dari kedai makanan kecil yang menempati garasi sebuah rumah sederhana, Dapur Solo yang berdiri sejak 1988 kini memiliki enam cabang. Dua cabangnya berlokasi di Sunter (Jakarta Utara), Panglima Polim, Semanggi (Jakarta Selatan), serta Tanah Abang (Jakarta Pusat). Dalam waktu dekat, Dapur Solo akan buka di kawasan Matraman, Jakarta Timur.

Cabuk Rambak/Yasin Habibi-Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement