Ahad 02 Mar 2014 07:45 WIB

Tenggelam di Alam Jeju (1)

Rep: EH Ismail/ Red: Indira Rezkisari
Batu kepala naga di Jeju.
Foto: smartlocal.com
Batu kepala naga di Jeju.

REPUBLIKA.CO.ID, Pada November lalu, saya berkesempatan mengikuti program Moslem Consortium Edu-Trip to Korea yang dihelat oleh Garuda Indonesia dan Korea Tourism Organization (KTO). Program ini merupakan program kunjungan selama sepekan ke destinasi-destinasi wisata unggulan di Korea Selatan yang disesuaikan dengan kebutuhan para wisatawan Muslim. Saya dan rombongan berangkat dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta pada 20 November 2013 menjelang tengah malam.

Menempuh perjalanan selama hampir tujuh jam, akhirnya sampailah kami di Bandara Incheon Seoul. Hawa suhu yang nyaris nol derajat Celsius langsung menerjang tubuh kami saat keluar pesawat. Maklum, saat itu musim dingin di Korea.

Setelah menyantap sarapan di Incheon, kami melanjutkan perjalanan ke Bandara Gimpo untuk langsung menuju Pulau Jeju (Jeju Island). Dari Incheon ke Gimpo memakan waktu perjalanan sekitar satu jam. Setelah menyambung perjalanan udara selama satu jam, rombongan pun menjejakkan kaki di Jeju.

Saya senang luar biasa. Betapa tidak, saya merasa beruntung bisa menyaksikan langsung alam Jeju, salah satu dari tujuh keajaiban alam dunia (New 7 Wonders of Nature) yang ditetapkan oleh The New 7 Wonders Foundation (New 7 Wonders of the World) pada Desember 2011.

Pulau Jeju terletak di barat daya Semenanjung Korea dan telah ditetapkan sebagai Daerah Istimewa Jeju. Pulau ini merupakan pulau terbesar di Korea. Berbeda dengan Seoul yang suhunya berkisar antara minus empat derajat sampai dua derajat Celsius kala itu, suhu di Jeju lumayan ‘hangat’. Suhu pada awal musim dingin di Jeju berkisar antara empat sampai tujuh derajat Celsius. Keadaan ‘hangat’ yang tetap saja memaksa saya harus menggunakan jaket tebal dan celana berlapis.

Gua Letusan Gunung

Hari kedua di Jeju, suhu masih saja berkisar di angka empat derajat Celsius. Namun, angin dingin yang menembus jaket dan pakaian tak menyurutkan rombongan untuk bersiap menuju lokasi wisata selanjutnya. Setelah sarapan di hotel, rombongan melaju ke Gua Manjanggul (Manjanggul Lava Tube). Perjalanan dari The Sutes Hotel Jeju ke Gua Manjanggul memakan waktu sekitar 1,5 jam. Selama perjalanan, saya menyaksikan kebun-kebun jeruk di kanan-kiri jalan dan juga areal perladangan dengan batas parit batu-batuan alam khas Jeju.

Sampai di area wisata Gua Manjanggul, rombongan di sambut pemandangan taman nan indah dan bersih. Pohon ek banyak bertumbuhan meranggas ke langit, memayungi taman dari sengatan sinar matahari. Berjalan sekitar 500 meter, sampailah kami di mulut gua. Gua Manjanggul merupakan gua lava yang dihasilkan oleh aktivitas vulkanik terbesar di dunia.

Berada di mulut gua, saya langsung merasakan kemegahan gua yang bak istana bawah tanah. Patung batu kura-kura di dalam gua sangat terkenal lantaran bentuknya seperti Pulau Jeju. Gua ini pula yang menjadi salah satu alasan lembaga pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dunia (UNESCO) memberi gelar cagar alam lingkungan UNESCO terhadap Jeju pada 16 Desember 2012. Ini menegaskan Jeju yang sebelumnya pernah ditetapkan sebagai Peninggalan Alam Dunia pada Juni 2007. Keindahan alamnya yang memukau telah membawa Jeju terpilih dengan suara bulat oleh Komite Peninggalan Dunia. Tiga area yang ditetapkan sebagai situs Peninggalan Alam Dunia adalah Cagar Alam Gunung Halla, Goa Lava Geomun-Oreum, dan Tuff Cone Seongsan Illchulbong.

Berada di dalam Gua Manjanggul layaknya berjalan di terowongan batu raksasa. Bekas aliran lava gunung berapi masih tampak nyata di sebelah kanan-kiri gua. Kecuali, pemandangan gua, pengelola situs Gua Manjanggul juga memasang papan-papan informasi yang berisi catatan sejarah aliran lava yang pernah melintasi gua tersebut.

Menurut pemandu wisata Young Wan-ko, di seluruh Jeju terdapat setidaknya 120 gua lava. Gua yang paling terkenal adalah Gua Lahar Geomun Oreum yang terletak di timur Pulau Jeju. Gua-gua tersebut terbentuk karena letusan gunung berapi Geomun Oreum.

Selain Manjanggul, gua lava yang kerap dijadikan tempat studi mengenai gunung berapi adalah Gua Gimnyungul, Yongchondonggul, dan Dangchomuldonggul. Gua-gua ini layaknya Manjanggul, memiliki ciri khas, baik dari segi bentuk, keluasan, maupun konstruksi. Di Manjanggul, terdapat pilar batu lahar yang paling besar di dunia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement