Rabu 12 Feb 2014 12:00 WIB

Bertemu Hiu Paus di Nabire (1)

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Indira Rezkisari
Tak perlu menyelam terlalu dalam untuk bertemu hiu paus di Nabire.
Foto: Jupiterr Weku/Antara
Tak perlu menyelam terlalu dalam untuk bertemu hiu paus di Nabire.

REPUBLIKA.CO.ID, Rintik hujan menyambut saat pertama menginjakkan kaki di Bandar Udara Nabire, Papua. Seonggok bangkai helikopter tampak terlihat di sudut bandara. Anakanak Papua terlihat malu-malu menawarkan bantuan mengangkat koper-koper kami yang banyak. Sepuluh menit pertama kami habiskan dengan mengambil foto di depan tulisan Bandar Udara Nabire. Hanya satu plang itulah yang menjadi petunjuk bahwa kami sudah berada di Nabire.

Jangan bayangkan bandara yang penuh fasilitas modern. Satu-satunya alat canggih mungkin hanya mesin x-ray merek Fiscan yang sudah butut. Menariknya, di mana-mana terdapat larangan untuk makan pinang. Masyarakat Papua memang masih banyak yang mengunyah pinang di segala kesempatan. Pinang membuat gigi mereka pun menjadi kemerahan. Di Bandara Sentani bahkan disediakan plastik untuk menampung ludah pinang. “Yah, namanya juga kabupaten. Semoga kalian bisa bersenang- senang di sini,” ujar Bupati Nabire Isaisais Douw.

Tanpa niat kuat untuk bersenang-senang, belum pasti kami bisa menginjak kabupaten yang dijuluki Kota Singkong ini. Dari Jakarta, pesawat kami berangkat pukul 01.20 WIB. Dua jam lebih kami tempuh menuju bandara Pattimura, Ambon, untuk transit. Selama sekitar satu jam, kami bisa meregangkan kaki dan sarapan roti kismis hangat buatan kedai kopi di sana. Selanjutnya, perjalanan diteruskan menggunakan pesawat kecil. Dibutuhkan waktu delapan jam dalam perjalanan dari Jakarta ke Nabire.

Seakan berpacu dengan waktu, rombongan kami langsung menuju Pusat Pendaratan Ikan (PPI). Tempat ini serupa pelabuhan kecil untuk menyeberang ke Desa Kwatisore di Teluk Cenderawasih, Papua. Namun, kapal milik Badan SAR Nasional (Basarnas) yang hendak kami tumpangi belum juga tiba. Pemandu kami mengatakan bahwa kapal menunda keberangkatan karena ombak yang cukup besar.

Kami pun memutuskan untuk mengisi perut dahulu. Cukup kaget ketika mengetahui harga nasi dengan lauk ayam bakar mencapai Rp 100 ribu per bungkus. Sedangkan, es teh manis harganya Rp 10 ribu. “Jangan heran kalau belanja bulanan di sini bisa habis jutaan rupiah,” ujar pemandu kami menjelaskan.

Usai makan kami langsung bersiap menyiapkan peralatan selam. Ya, jauh-jauh ke Nabire hanya untuk satu tujuan, melihat hiu paus (Rhincodon typus). Ikan terbesar di dunia ini memang berada di perairan pulau berbentuk kepala cenderawasih hampir sepanjang tahun. Padahal, hiu paus di tempat lain, seperti Ningaloo Reef di Australia hanya muncul sekalisekali saja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement