REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pengamat budaya dari Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dr Ketut Sumadi melihat beban lingkungan di Provinsi Bali makin berat. Hal tersebut diindikasikan dengan tidak terkendalinya pembangunan sarana dan akomodasi wisata.
"Hal ini dampak dari makin pesatnya perkembangan pariwisata," kata Sumadi, Senin (10/2).
Menurut dia, Bali yang menarik perhatian wisatawan menyebabkan padatnya pendatang seiring dengan berbagai ajang pertemuan yang digelar di Pulau Dewata itu."Masalahnya sekarang, bagaimana dan siapa yang paling berkontribusi meneruskan cita-cita dan spirit perilaku bersahabat dengan alam seperti yang diwariskan leluhur?" ujarnya.
Sumadi menambahkan, perilaku leluhur masyarakat Bali dalam konteks kearifan lokal tidak kehilangan jati dirinya. Karena, selalu ada pertimbangan dan aturan yang bersifat religius dalam tindak-tanduknya sehari-hari, baik terhadap lingkungan alam, sesama, maupun sikap mereka meyakini adanya kekuatan Tuhan.
Bali mengembangkan pariwisata budaya melalui Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya dan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Dalam peraturan dan undang-Undang tersebut dengan jelas mengisyaratkan bahwa pariwisata budaya adalah jenis kepariwisataan yang dalam perkembangan dan pen gembangannya memanfaatkan kebudayaan daerah sebagai bagian dari kebudayaan nasional.
"Potensi dasar yang dominan itu di dalamnya tersirat suatu cita-cita akan adanya hubungan timbal balik antara pariwisata dan kebudayaan, sehingga keduanya meningkat secara serasi, selaras, dan seimbang," ujar Sumadi.