Selasa 03 Dec 2013 16:18 WIB

Kepulauan Selayar di Tengah Peradaban

Rep: Andi Ikhbal/ Red: Didi Purwadi
Kepulauan Selayar
Foto: www.besttravelpictures.com
Kepulauan Selayar

REPUBLIKA.CO.ID, SELAYAR -- Matahari baru berada pada titik 60 derajat di atas kepala. Waktu menunjukan sekitar pukul 10.00 WITA. Namun terik lapangan alun-alun Kota Selayar sudah terasa menyengat.

“Selanjutnya dari Kecamatan Taka Bonerate,” kata seorang pembawa acara dari tengah podium.

Kondisi panas di lapangan tepi pantai tersebut nampaknya tidak mengendurkan semangat masyarakat untuk menyaksikan pertunjukan Hari Jadi Selayar ke-408. Namun, kipas lipat terus mengibaskan angin di wajah mereka.

Sekelompok orang dengan pakaian adat sambil membawa spanduk mengelilingi lapangan. Lagu tradisional mengiringi rombongan festival. Tidak lama setelah barisan itu keluar, pembawa acara memanggil kecamatan lain dan pawai berlanjut dengan tampilan berbeda.

Ada 11 kecamatan yang membawakan budaya beragam. Kepualaun Selayar terdiri dari banyak suku seperti Bugis, Konjo, Melayu dan Chinese. Wilayah seluas 1357,03 kilometer persegi tersebut juga mempunyai banyak bahasa, namun disatukan oleh Bahasa Selayar.

Saat ini Kabupaten Kepualauan Selayar memang sudah berusia senja. Uniknya, belum terlihat perubahan signifikan pada pembangunannya. Masyarakat pun terlihat sejahtera dengan kesederhanaan mereka.

Tidak ada gadget atau telepon pintar di genggaman tangan mereka. Sebagian besar belum terpengaruh modernisasi. Belum ada istilah Blackberry messengger (BBM) atau Whatsapp dan sebagainya. Mereka hanya meneriakkan kata “Hei, sms saya nanti mi,” ke teman-temannya.

Rumah panggung dengan tiang dan tembok kayu masih menghiasi sepanjang jalan. Dari ujung utara hingga selatan hanya terdapat satu jalur utama seluas lima meter di sana. Kepatuhan masyarakat berlalu lintas juga terlihat dalam cara berkendara.

“Masuk jalan perumahan pun harus kenakan helm. Bisa ditilang polisi nanti. Mereka tidak pandang bulu, rekan sendiri bisa ditilang kalau tidak pakai helm,” kata seorang tukang ojeg, Mulki (56).

Angka kriminalitas juga tidak seperti di sejumlah kabuaten/kota lainnya. Puluhan motor terparkir di pinggir jalan selama berjam-jam dengan kunci kontak menggantung, dijamin tidak hilang. Bahkan, mereka sengaja melakukan itu dan tidak merasa khawatir.

Mulki mengatakan, kalau ada motor hilang, pintu masuk-keluar Selayar hanya berada di ujung barat, timur, utara dan selatan. Tentunya akan mudah diidentifikasi, sehingga timbul rasa segan untuk melakukan kriminalitas.

Warga lainnya, Mulawansyah menambahkan, kalau ada warga Selayar yang ketahuan melakukan kriminalitas, maka tujuh turunan keluarganya akan tercemar. Mereka akan sulit bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.

“Meski terlihat tertinggal, namun masyarakat Selayar itu sejahtera. Tidak ada istilah kelaparan di sini. Mereka yang mencuri bukan karena kebutuhan ekonomi. Paling hanya kenakalan remaja,” ujarnya.

Keislaman pun juga masih dinilai kental. Setiap kali waktu sholat Subuh, Magrib dan Isya, barisan shaf masjid tidak pernah lenggang. Menurut Mulawansyah, kuatnya budaya tersebut menjadi alasan sulit berkembangnya pariwisata di kepulauan itu.

“Kami belum terbiasa melihat orang-orang dengan pakaian pantai. Tidak seperti di Bali atau sejumlah lokasi pariwisata lain,” kata dia.

Tokoh agama sekaligus pemilik pondok pesantren Babussalam Selayar, Mochtar Adam mengatakan, meski kearifan lokal atas Islam sangat kuat, namun dia yakin Selayar dapat berkembang. Sebab, wilayah tersebut sering kali melahirkan orang-orang sukses di tanah perantauan.

Menurut dia, meski berada di tengah kesederhanaan, namun pendidikan anak dianggap menjadi prioritas mereka. Hanya dikhawatirkan, belum banyak kaum muda Selayar yang siap melanjutkan keulamaan daerah.

“Masyarakat Selayar dikenal imbang antara intelektualitas dan spiritualitasnya. Hanya baru-baru ini belum lagi tampak adanya calon penerus keagamaan,” ujar dia.

Padahal, kata Mochtar, sebentar lagi Kepualaun Selayar keluar dari anggapan daerah tertinggal. Bandara udara H Aroepalla siap menjadi landasan pesawat-pesawat besar yang membawa banyak wisatawan. Kalau iman tidak lagi dibentengi, keislaman warga ditakutkan pudar.

Wakil Bupati Selayar, Syaiful Arief menambahkan, paling lambat pada 2016, dengan adanya promosi Taka Bonerate, Kepualauan Selayar akan menjadi destinasi wisata Indonesia. Dia mengakui, selama ini daerah tersebut masih dinilai kurang promosi dan perhatian.

Sedangkan untuk kesiapan akses transportasi, kata Syaiful, Bandara H Aroepalla dalam proses pengerjaan hingga panjang mencapai 1.850 meter. Ke depan, dia merencakan bandara tersebut akan menjadi lokasi transit.

“Selain itu, bisa juga menjadi bandara alternatif, bila Bandara Hasanuddin Makasar terkendala,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement