Senin 27 May 2013 07:25 WIB
Catatan Jalan-Jalan Arif Satria

Ginza dan Lampu Sepeda

Seorang pengemudi sepeda di kawasan Ginza, Tokyo
Foto: .123rf.com
Seorang pengemudi sepeda di kawasan Ginza, Tokyo

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Arif Satria (Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB)

Follow : @arif_satria

Malam itu hujan rintik-rintik. Ginza, salah satu pusat perbelanjaan di Tokyo masih tetap ramai. Ginza adalah tempat favorit bagi masyarakat kelas atas untuk berbelanja. Aneka barang merk berkelas tersedia. Di tengah keramaian itu, tiba-tiba sorotan lampu beberapa sepeda muncul. Memang orang jepang masih suka pakai sepeda. Meski di Tokyo yang bersepeda tak sebanyak di kota-kota kecil lainnya. Orang Tokyo lebih suka jalan kaki dan naik chikatetsuatau kereta bawah tanah, atau JR atau sebutan untuk kereta biasa. Sorotan lampu sepeda itulah yang membuat saya sejenak merenung:  betapa pedulinya orang Jepang soal keselamatan orang.

Pernah pada tahun 2004 an, pada malam hari saya bersepeda tanpa lampu di Kagoshima, kota kecil di bagian selatan Jepang. Teman saya, Sakamoto, menegur kalau saya melanggar aturan. Bagi saya itu apa artinya lampu untuk sebuah sepeda. Tapi bagi Jepang aturan adalah aturan, tak kenal kompromi. Lampu adalah alat keselamatan. Teguran itulah yang kemudian membuat saya teringat sebuah kejadian tahun 1988 di Pekalongan ketika saya diminta orang tua membeli obat malam hari dengan sepeda, dan saya ditilang polisi gara-gara naik sepeda balap tanpa lampu. Sepeda ditahan di kantor polisi dan lalu saya mendapat surat dari pengadilan negeri untuk mengikuti sidang. Pengadilan memutuskan bahwa saya bersalah dan harus membayar denda.Setelah dibayar sepeda dapat diambil kembali. Perhatian soal keselamatan sudah ada di kita sebenarnya. Aturan yang tegas pun sudah ada di masa lalu.

Namun, 20 tahun kemudian di Bogor saya menyaksikan keadaan yang sangat kontras. Sejak dua tahun lalu ketika melewati jalan Jenderal Sudirman-Jalan RE Martadinata ke arah Cimanggu, saya rajin menghitung dengan kasar jumlah angkot yang pada malam hari tidak menyalakan lampu. Ternyata, rata-rata ada sekitar 30 angkot pada jalur itu  yang malam hari tidak menyalakan lampu. Ini adalah pemantauan sekilas selama perjalanan pulang ke rumah  yang kurang lebih 20 menit. Saya tidak bisa bayangkan berapa jumlah angkot yang tidak menyalakan lampu yang bisa dicatat polisi bila polisi berdiri di jalan tersebut selama dua jam saja. Ini baru mobil belum kendaraan bermotor roda dua yang tentu angkanya bisa berlipat-lipat dari itu.

Lampu sepeda adalah alat keselamatan. Lampu motor dan mobil adalah alat keselamatan. Menyalakan lampu adalah bagian dari menjaga keselamatan diri dan orang lain. Bila di kita makin banyak sepeda, motor, dan mobil tak menyalakan lampu di malam hari, apakah berarti kita sudah tidak peduli soal keselamatan orang lain? Sorotan lampu sepeda di Ginza  kembali mengajarkan pada saya bahwa keselamatan orang itu mahal tak ternilai harganya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement