Senin 04 Mar 2013 20:43 WIB

Mari Berpetualang di Kota Besar, Nikmati Pesona Arsitektur Dunia

Gedung Atlas, Kampus Wageningen, Belanda
Foto: Rafael Vinoly Architects
Gedung Atlas, Kampus Wageningen, Belanda

REPUBLIKA.CO.ID, Bukan cuma atraksi urban metropolitan, arsitektur unik di luar kebiasaan juga menjadi salah satu alasan mengapa sebuah kota menjadi tujuan pelancong dunia. Bangunan bisa berupa karya masa lalu yang sarat sejarah, atau gubahan era modern oleh pakar dengan bantuan teknologi rancang bangun terkini.

Beberapa kota menjadi terkenal bukan karena karya arsitektur tua tetapi bangunan masa kini. Deretan nama-nama arsitek beken dunia, seperti Frank O Gehry, Bernad Tschumi hingga Toyo ito, menunjukkan bagaimana mereka menaklukkan material bangunan keras, mulai beton, kaca, besi untuk menghadirkan komposisi bentuk yang mereka inginkan.

Arsitektur masa kini mendekonstruksi pakem-pakem kelaziman, menantang batasan desain dan melibatkan struktur unik yang membuat pemandangan kota-kota menjadi lebih menarik.

The New York Apartement

(© Gehry Partners, LLP)

Peraih Pritzker Prize--penghargaan bergengsi dunia bagi arsitek, sekelas Nobel--, Frank O Gehry, pertama kali mendesain bangunan tinggi untuk fungsi hunian. Bangunan yang terletak di luar distrik keuangan New York ini rampung pada 2011 dan menjadi apartemen tertinggi di bagian Barat kota tersebut. "The New York" nama yang disematkan Gehry, mengusung eksterior baja berlekuk ikonik khas si arsitek, timbul dan tenggelam seperti ombak di langit.

Atlas Building, Kampus Wageningen, Belanda

(© Rafael Vinoly Architecs)

Seperti sarang lebah raksasa, Gedung Atlas, Universitas Wageningen, Belanda memiliki penopang utama berupa eksoskeleton (kerangka luar). Satu tantangan arsitektur modern adalah menghadirkan ruangan besar di dalam sebuah gedung dengan jumlah kolom seminim mungkin. Arsitektur dengan banyak kolom dinilai 'kotor' dan bukan sesuatu yang istimewa. Kehadiran struktur rangka luar tersebut berhasil mengurangi kebutuhan pilar.

Rampung pada 2007, bangunan ini didesain oleh Rafael Vinolly Architects dan OeverZaaijer Architecture serta Urbanism. Kini Gedung Atlas menaungi Pusat Studi Air dan Iklim Wageningen, Grup Sains Lingkungan, Grup Ilmu Struktur Tanah dan juga sebuah bola bumi yang menggantung tepat di tengahnya.

 

The Shard, London

Arsitek Italia penerima Pritzker Prize, Renzo Piano, memodifikasi bentuk dasar piramida untuk desain The Shard dan membalut dengan eksterior kaca hingga membangkitkan efek pecahan. Memiliki ketinggian 310 meter, bangunan  ini menjadi gedung tertinggi di Uni Eropa, tak jauh beda dengan ketinggian New York Times Building yang juga didesain oleh Piano.

The Shard bukan cuma soal penampilan cantik, melainkan arsitektur yang terkait dengan tata ruang kota. Bangunan yang dibuka pada Juli 2012 untuk perkantoran, apartemen, restoran dan hotel bintang 5 itu terintegrasi dengan jaringan sistem transportasi London, tepatnya di area London Bridge, dekat dengan terminal kereta tersibuk di sana. The Shard mulai Februari membuka lantai 68 hingga 72 untuk turis yang ingin melihat atraksi pemandangan London dari ketinggian.

Mikimoto Building, Tokyo

Eksterior spontan warna merah jambu Gedung Mikimoto di Tokyo karya arsitek Jepang, Toyo Ito, terlihat seperti balok permainan anak, namun di balik itu, gedung ini menyembunyikan skema konstruksi yang rumit. Jendela-jendala bangunan didesain seperti potongan acak yang dicongkel dari dinding, padahal ada beberapa jendela berada di sudut bangunan terletak di bagian yang tak memiliki kolom penopang seperti dalam gedung konvensional.

Rahasianya, demi menjaga jendela bisa terbuka, Ito menggunakan pelat-pelat besi yang diisi dengan beton cor dan dilas bersama untuk menghadirkan dinding yang berfungsi sekaligus sebagai struktur penopang itu sendiri. Mikimoto Buliding memiliki sembilan lantai dengan masing-masing luasan ruang 233 meter persegi bersih dari kolom. Gedung itu selesai pada 2005 dan menjadi kantor pusat perusahaan Mikimoto Pearl, pemasok tiara mutiara untuk Miss Universe.

 

Bank of Georgia, Tbilisi, Georgia

Uni Sovyet dulu tak terlalu dikenal bila menyangkut arsitektur yang nyaman atau ornamental. Bank Georgia pun juga tidak termasuk. Terlepas dari serangkaian susanan balok beton masif---atau bisa jadi itulah daya tariknya--bangunan ini menggunakan adaptasi menarik periode kuat desain kotak-kotak yang suram dan efektif langgam international style.

Banguna yang dibangun pada 1975 sebagai Kantor Menteri Transportasi Jalan Sovyet dan dijual ke bank pada 2007 memiliki ketinggian 18 lantai dengan luas total 4.088 meter persegi. Sepeti banyak contok arsitektur konstruktivis, bangunan ini sangat geometris kotak, memiliki bentuk tiga dimensi kuat dan mengingatkan pada banker industri.

Saat itu Giorgi Chakhava, memiliki posisi yang membuat iri politisi Sovyet, karena dialah arsitek, perancang jalan tol sekaligus menteri transportasi jalan Uni Sovyet. Bersama Zurab Jalaghania, ia mengikuti dan mengembangkan jejak arsitektur brutalisme khas era Sovyet yang dikenal dingin, suram dan tak bersahabat dengan emosi manusia.

 

GT East Tower, Seoul

Karya ini menambah khazanah arsitektur unik dengan fasad yang meliuk dan menari, sesuai dengan tren Gangnam yang sedang populer di Seoul. Consort Architects merampungkan Garak Tower East dengan desainnya yang bergelombang pada 2011.

Saat ini memang belum ada GT West, dan menara East yang memiliki 31 lantai itu diinspirasi dari bentuk karya seni tembikar khas Korea. Bangunan tersebut bukan hanya bergelombang di kulit luar. Fasad yang dilapisi kaca itu juga membuat efek iluminasi dari cahaya luar yang menembus ke bagian dalam bangunan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement