REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kenakalan remaja bukan hal yang harus ditakuti melainkan perlu dicermati dan ditemukan solusinya. Ini tentunya membutuhkan peranan berbagai pihak, utamanya keluarga dan sekolah.
Pakar Kejiwaan, Dr.dr Nurmiati Amir, spKJ (K) mengungkapkan sebagian besar remaja cenderung melakukan tindak kejahatan yang bukan berbentuk kekerasan. Kalaupun melakukan kekerasan hanya sekali atau beberapa kali selama masa remajanya. Ini merupakan cara mereka untuk menunjukan eksistensinya.
"Sekitar 5-10 persen remaja yang melakukan kekerasan dalam derajat menyakiti atau melukai orang lain, maka diprediksi perilaku ini akan berlanjut ketika anak memasuki usia dewasa," kata dia kepada ROL, Senin (25/2).
Untuk itu, kata dia, terkait soal kenakalan remaja perlu ditelusuri apa penyebabnya. Itu dilihat dari faktor-faktor seperti biologis, psikologis, teman sebaya dan keluarga. Untuk faktor biologis, bisa jadi, anak mengalami gangguan neurotransmiter atau saraf pusat yang mendorongnya untuk melakukan kekerasan.
Begitu pula dengan faktor psikologis, bisa dimungkinkan anak yang bersangkutan memiliki kekurangan dalam kontrol emosi. Itu dibarengi dengan rasa tanggung jawab yang kurang.
Terkait teman sebaya, biasanya ini akan memperkuat faktor biologis atau psikologi yang dimiliki anak. "Jadi, soal teman ini akan memperkuat "bakat" kekerasan yang sudah ada," kata dia.
Hal yang sama juga berlaku pada faktor keluarga. Pasalnya, ada kemungkinan orang tuanya gemar melakukan kekerasan fisik. Si anak sejak kecil ditelantarkan atau tidak ada pengawasan dari orang tua. "Yang terakhir, mungkin saja, orang tuanya tidak melakukan kekerasan tapi lingkungan tempat dia tinggal," kata dia.
Nurmiati mengatakan ketika sudah diketahui apa penyebabnya maka perlu bagi semua pihak untuk membantu anak mengembangkan moral yang baik. Moral disini termasuk merasa sehat dan bahagia, menerima diri apa adanya dan mampu menghadapi tantangan hidup. "Ini merupakan tantangan kita semua, jangan sampai anak terjebak dalam siklus kenakalan," kata dia.