REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Para pengemar film Indonesia di Swiss tidak saja tertarik menyaksikan film Opera Jawa yang disutradarai Garin Nugroho tetapi juga ingin mengetahui lebih jauh mengenai kehidupan yang tergambar dalam film produksi gabungan Indonesia-Austria.
Panitia nonton bareng film Opera Jawa, Sigit Susanto kepada Antara London menyebutkan tiga tahun lalu versi teater film yang diproduksi tahun 2006 berhasil menyedot banyak penonton di Zurich dan Basel. Bahkan penonton berdesakan memenuhi bioskop untuk menonton film yang dibintangi antara lain oleh Artika Sari Devi, Martinus Miroto, dan Retno Maruti itu.
“Walaupun dengan fasilitas yang jauh dari fasilitas sebuah bioskop, film musikal Opera Jawa garapan sutradara Indonesia Garin Nugroho yang sudah melewati masa tayangnya, seakan tidak pernah kehilangan pesonanya,” ujar Sigit, Jumat (14/12).
Seniman asal Boja, Kendal, Jawa Tengah, yang sudah belasan tahun menetap di Zug, Swiss ini mengamati, beberapa masyarakat keturunan Indonesia berinisiatif memutar kembali film tersebut dalam konsep nonton bersama. Sembari menikmati gorengan bakwan, atau tahu isi khas Indonesia.
Penonton yang memenuhi Gedung Jugend Animation Zug (JAZ), sebuah lembaga nirlaba di Zug, Swiss tersebut seakan berada di tengah-tengah sebuah dunia lain dengan suasana pedesaan yang kental. Seakan-akan ada sawah yang menghijau, rumah-rumah joglo terbuat dari bambu.
Di pertengahan pemutaran film, panitia penyelenggara Sigit Susanto dan Krisna Diantha melayani dengan sabar pertanyaan penonton tidak hanya seputar film yang ditayangkan namun juga kehidupan masyarakat di pedesaan, dan budayanya karena film tidak lain merupakan potret sebuah masyarakat yang nyata.
Film Opera Jawa mampu menahan 60-an penonton selama dua jam tak beranjak dari kursinya, seakan akan berada di tengah-tengah di dunia lain dengan suasana pedesaan yang kental, sawah yang menghijau, rumah-rumah joglo terbuat dari bambu.
Menurut Sigit, pandangan warga Swiss dan warga Indonesia yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di negara ini, bukanlah kemewahan versi opera sabun. Namun, sungguh pemandangan alam pedesaan, merupakan daya tarik tersendiri.
Tidak sedikit sineas muda Indonesia dan karyanya mengetengahkan Indonesia sebagaimana ditampilkan dalam Opera Jawa, begitupun stasiun-stasiun televisi yang menayangkan ficer menarik mengenai kekayaan budaya dan alam Indonesia.
“Sebaiknya karya-karya tersebut dapat diberi teks bahasa internasional sehingga memudahkan perwakilan dan masyarakat Indonesia di luar negeri untuk menjual keindahan Indonesia di mancanegara,” saran Sigit.