Kamis 15 Nov 2012 08:54 WIB

Asyiknya 'Baku Dapa' di Kedai Kopi 'DPRD Tingkat III' Jarod

Rep: Asep Nur Zaman/ Red: Hazliansyah
Pengunjung beda etnis dan agama dapat duduk akrab di kedai-kedai kopi Jalan Roda (Jarod) Manado
Foto: Republika/Asep nur Zaman
Pengunjung beda etnis dan agama dapat duduk akrab di kedai-kedai kopi Jalan Roda (Jarod) Manado

REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Pagi ba'da Subuh, Kota Manado, Sulawesi Utara, mulai menggeliat. Sebuah tradisi pun dimulai warga kota di Bumi Nyiur Melambai ini.

Sruput...sruput...Berbagai minuman hangat, sejak pukul 05.30 Wita, tersaji dan dinikmati sekian banyak orang di deretan bangku kedai-kedai kopi di Jalan Roda.

Ada yang menyeruput kopi hitam, kopi susu, kopi ginseng, teh susu, atau teh manis. Ditemani dengan roti bakar, kue lapis, atau nasi jaha (sejenis lemang atau nasi ketan yang dibakar di dalam bambu).

Semua minuman dan penganan itu membuat para pengunjung tampak duduk dengan guyub. Apalagi, harganya murah-meriah.

"Inilah tempat baku dapa (saling bertemu) orang Manado dari berbagai etnis, stratata ekonomi, dan agama," ungkap Ahmad (42 tahun), warga Manado keturunan Kalimantan.

Tradisi nongkrong di kedai kopi sudah mendarah daging di kalangan masyarakat Manado. Warung kopi pun tersebar di sudut-sudut kota.

Tapi, Jalan Roda merupakan lorong khusus yang menjadi favorit sebagai pusat kedai kopi di Manado. Warga setempat lazim menyebutnya dengan akronim "Jarod".

"Bukan orang Manado kalau tidak tahu Jarod. Dan, bagi orang luar daerah, tidak afdol kalau ke Manado tanpa ke Jarod ini," timpal Edo (33), warga Manado, yang duduk semeja bersama kami.

Lorong Jarod memanjang sekitar 100 meter dengan lebar sekitar lima meter. Di atasnya diberi atap kanopi berbentuk setengah lingkaran.

Di gerbang lorong Jarod tertulis: "Kawasan Wisata Kuliner. Slamat menikmati 'Kopi Stengah'." Lorong dengan nuansa tradisional ini dikelola oleh Badan Optimalisasi Jalan Roda.

Lokasinya di sekitar pusat kota. Masuk dari ruas Jalan AA Maramis. Tak jauh dari Jalan Sudirman dan Kampung Arab.

"Segala macam orang saling bertemu, baku dapa, di sini. Dari penjahat sampai pejabat. Dari pengangguran sampai tukang buah-buahan. Dari polisi sampai politisi. Kiai, pendeta, atau preman pun ada, " kata Ahmad yang seorang broker tanah dan bangunan.

Edo menimpali: "Saya orang Nasrani, dia (Ahmad) Muslim. Tapi kami bisa duduk semeja dan berbicara akrab di sini," kata karyawan swasta bidang pembiayaan (finance) ini.

Kedai kopi di lorong Jarod sudah terkenal sejak puluhan tahun silam. "Saya waktu SD pun sudah ada, meski belum sebanyak ini. Ketika itu yang terkenal adalah kedai kopi milik Om Zein ini," ungkap Ahmad yang menemani Republika nongkrong di kedai kopi Warna Warni, di samping Cafe Mie Jarod dan Kedai Goes.

Segala macam pembicaraan dan unek-unek bisa muncul di sini. Berbagai isu dibahas dengan akrab, termasuk persoalan sosial-politik yang tengah hangat baik dalam skala lokal, nasional, maupun internasional.

Karena itu, lorong Jarod juga lama dikenal sebagai 'DPRD Tingkat III'. Malah, bagi orang Manado, pamornya bisa mengalahkan DPRD Tingkat I (provinsi) dan DPRD Tingkat II (kabupaten/kota).

Ahmad dan Edo menyebutkan, kalangan wakil rakyat dan kepala daerah setempat suka ikut nongkrong di kedai-kedai kopi Jarod. Sejumlah tokoh nasional pun pernah mampir, seperti Amien Rais, Jusuf Kalla, Wiranto, dan Fuad Bawazir.

Nah, kapan Anda ke Manado? Mampirlah ke Jarod, yang buka mulai pukul 5.30 sampai pukul 20.00 Wita.

Malah, pada jam makan siang, akan banyak pegawai kantoran yang datang ke sini. Maklum, harga makanan dan minuman di sini sangat bersahabat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement