Ahad 21 Oct 2012 22:59 WIB

Serius, Argo Besutan Ben Affleck Dewasa dan Berplot Berat

Ben Affleck sebagai agen operasi CIA, Tony Mendez dalam film yang juga disutradarainya, Argo.
Foto: WARNER BROS
Ben Affleck sebagai agen operasi CIA, Tony Mendez dalam film yang juga disutradarainya, Argo.

REPUBLIKA.CO.ID, Berkat "Argo", Ben Affleck berhasil menderetkan dirinya dalam segelintir sutradara film yang memperlakukan pemirsanya sebagai orang berusia matang. Ia memperhitungkan penonton memiliki kecerdasan untuk menikmati dan bertahan hingga akhir cerita.

Argo, menurut kolumnis Majalah Time, Joel Stein, sangat dewasa. Cerita film berdasar kisah nyata ini bisa dibilang rumit. Setelah krisis penyanderaan warga Amerika Serikat di Iran terjadi pada 1979, CIA, badan intelijen AS membiayai pembuatan film fiksi sains murahan sebagai kedok untuk menyelamatkan enam diplomat AS yang bersembunyi di Kedubes Kanada dan bagaimana melarikan diri dari negara yang baru dilanda revolusi tersebut.

Dengan plot berat, Ben Affleck menggunakan eksposisi lebih sedikit. Ia juga tak menggarisbawahi pesan politik dalam film, bahwa mendukung diktator brutal--gaya politik luar negeri AS,termasuk mendukung Shah Iran yang akhirnya terguling--selalu memiliki konsekuensi buruk.

Affleck sepertinya berpikir para penonton seolah-olah kembali bersamanya saat masih kuliah di Occidental College, Los Angeles, di mana ia mengambil studi Timur Tengah.

Dalam film triller berdurasi 2 jam itu, Affleck juga membintangi tokoh utama, petugas CIA, Tony Mendez, otak di balik operasi pembebasan diplomat Iran yang kemudian dikenal dengan sebutan Canadian Caper. Anda bisa menjumpai karakter Affleck yang sepenuhnya lain dari film-film sebelumnya. Efektif dan hampir tanpa senyum.

Penulis skenario asli Argo, Chris Terrio, yang dikenal lama mengejek gaya  Hollywood berkomentar, "Affleck memotong dan membelakangi lelucon untuk membuat film yang lebih sunguh-sungguh menyodorkan kekuatan kisah dengan alur cerita."

Jadi, ini adalah film mengenai CIA di mana agen operasi tak memiliki senjata. "Heroisme akan lebih menarik bila disajikan nyata," kata Affleck seperti dikutip oleh Majalah Times. Ia pernah merasakan tampil di film aksi tak masuk akal seperti "Armageddon" (1998) dan "Daredevil" (2003).

"Tidak ada yang salah dengan pesawat jet yang memancarkan laser atau apa pun itu. Tapi dalam film ini tak ada karena di masanya memang tak ada."

Film ini adalah periode besar Affleck yang pertama. Argo dianggap penanda dalam metamorfosis karir Affleck, yang semula sekadar pelengkap gosip tabloid, pemeran film aksi 'menggelikan', sutradara pemula, hingga kekuatan dibalik salah satu film terbaik tahun ini. Affleck pun harus menghabiskan banyak waktu jauh dari keluarga demi obsesi membuat film terasa seperti 1970-an.

Hasilnya bisa dilihat pada akhir penayangan nama bintang dan kru, ketika foto-foto yang diambil saat syuting film disandingkan dengan foto zaman Revolusi Iran terjadi. Bagi mata awam dan mereka yang sedikit tahu mengenai Iran, sulit membedakan mana yang mana.

Demi menghadirkan suasana lawas kepada penonton suami bintang serial Alias, Jennifer Garner, itu menggunakan kamera biasa untuk menangkap gambar lalu mengecilkan frame gambar menjadi setengahnya, kemudian meledakkan frame tadi hingga lebih besar dari 200 persen demi mendapat efek berbintik.

Tak hanya itu, ia meniru pergerakan kamera dan adegan-adegan sibuk kantor CIA  yang diambil oleh Alan J Pakula dalam "All the President Men" (1979) untuk sekuen yang menggambarkan markas CIA di masa lalu. Kemudian untuk eksterior LA, ia mengacu kepada "The Kiling of Chinese Boxing" (1976) garapan John Casavetes.

Satu lagi, demi memastikan akurasi sejarah secara maksimal, Affleck berkonsultasi langsung dengan Tony Mendez asli yang masih hidup. Soal akurasi ini Affleck bahkan berencana untuk terbang ke Iran melakukan riset langsung.  Tapi ia mengaku diberitahu, "Kamu bisa pergi dan kamu tak akan dilukai, tapi orang dari pemerintah (Iran), akan datang dan melakukan operasi pemotretan, dan kamu akan menjadi Ben Teheran."

"Saya tidak bisa mengendalikan kemungkinan presepsi bahwa saya mendukung sebagian dari pemerintah mereka," ujarnya. Sadar sangat tricky bila itu menyangkut pengendalian citra dan presepsi publik, Ia pun mengurungkan rencananya.

Muncul komentar film ini layak Oscar dengan sejumlah alasan, salah satunya kecenderungan tak mendukung dan melebihkan satu pihak di atas pihak yang lain. Penonton pun bisa merasakan keseimbangan yang digarap cermat. Afflect juga dinilai memberi perhatian akut dalam soal detail, sesuatu yang penting untuk film dengan genre spion yang melibatkan politik luar negeri AS.

Tentu saja untuk mengetahui seperti apa kualitas Argo anda perlu menonton sendiri. Peringatan bagi mereka yang tak suka dengan bahasa vulgar dan kekerasan, sebaiknya berpikir dua kali. Sekedar informasi, film ini memperoleh rating 8,5 dalam skala 1-10 di IMBD, nilai 95% dari Rotten Tomatoes, dan 4,5 untuk skala1-5 dari Rolling Stones.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement