REPUBLIKA.CO.ID, Di sinilah serunya menikmati jalur ini. Kami memutar membelakangi Bromo dan harus bisa menaklukkan tantangan padang pasir. Karena ban motor kami cocok digunakan di jalan raya, maka perlu perjuangan ekstra keras untuk mengendalikan tungganggan kami.
Beberapa kali ban belakang motor saya terjebak dan seolah terhisap pasir hingga hanya berputar saja, tapi tidak bergerak. Kalau sudah begitu, salah satu teman harus turun dan ikut mendorong. Hal itu harus dilakukan bergantian. Pasalnya memang di sepanjang mata memandang, hanya ada pasir di perbukitan.
Namun jangan salah mengira bahwa jalur ini sepi. Meski sudah sore, kami sering berpapasan dengan pengendara motor maupun penumpang jeep yang beriringan.
Sial menimpa, Arif, pengendara motor dari Tumpang, Malang. Dia sepertinya nekat pergi ke Bromo dengan mengendarai bebek modifikasi yang menggunakan ban kecil. Ketika sampai di tengah perjalanan padang pasir, ban belakangnya bocor.
Karena tidak ada pilihan, maka dia bersama temannya mencopot ban belakang untuk dibawa ke rumah warga Tengger yang bisa menambal ban. Kami hanya berbincang sebentar dengan Arif, sebelum melanjutkan perjalanan.
Selang 40 menit kemudian, kami berhenti area peristirahatan yang menjadi tempat pemberhentian kendaraan. Sambil berjalan kaki, saya mendekat ke Bukit Teletubbies.
Dinamakan Bukit Teletubbies lantaran sepanjang perbukitan itu ditumbuhi rerumputan nan hijau. Meski sudah lama tidak turun hujan, bukit itu masih terlihat indah di pandang lantaran berada di hawa dingin. Saya sempat berfoto dengan latar belakang bukit tersebut.
Ketika itu, ada seorang pembalap yang tengah latihan dengan menuruni turunan yang curam itu secara hati-hati dengan motor trail-nya sambil diabadikan video oleh temannya.