REPUBLIKA.CO.ID, Punya remaja boleh dibilang gampang-gampang susah. Di usia seperti ini biasanya mereka ingin menemukan identitas diri. Caranya, dengan banyak mencoba berbagai hal.
Sayangnya, tak jarang keinginan si anak berseberangan dengan kemauan orangtua. Maka, persoalan klasik seperti anak ingin mencoba permainan berbahaya seperti balap motor kerap ditolak mentah-mentah oleh orangtua. Alhasil, permintaan orangtua agar si anak justru memilih aktivitas lain membuat si anak juga enggan memenuhinya.
Nah, sebaiknya bagaimana menghadapi ulah ABG? Psikolog Elly Risman Musa menyarankan, untuk menghadapi permintaan anak mengenai hobinya, orangtua perlu memperhitungkan berbagai hal termasuk risikonya.
Banyak kegiatan-kegiatan yang menantang yang digemari oleh anak-anak remaja saat ini seperti balap motor, panjat tebing, dan arung jeram. Semua itu dapat dilaksanakan selama kelengkapan keselamatannya dan ada pembimbingnya.
Semua ibu pasti khawatir akan keselamatan jiwa anaknya karena olahraga itu mendekati risiko besar yaitu kecelakaan. Menurut Elly dalam satu konsultasi, orangtua sebaiknya perlu menyatakan kekhawatiran ini. Jika ia menjawab, ''Aku akan hati-hati'' orangtua sebaiknya menemani anak mencari organisasi atau perkumpulan pencinta olahraga motor sehingga anak mendapat bimbingan dari orang yang ahlinya.
Bila orangtua melarang dan tidak menyalurkan bakat dan minatnya kami khawatir ia akan mengikuti aktivitas balap di jalan raya dan tanpa dilengkapi oleh alat keselamatan seperti helm. ''Hal ini akan mengerikan karena kondisi psikologis remaja saat ini masih labil,'' ujar Elly.
Ketidakmatangan berpikirnya yang ditandai dengan adanya perasaan bahwa dirinya tidak akan mati dan perasaan bahwa ada orang yang menontonnya membuat remaja ingin menunjukkan kemampuannya kepada teman-teman. Mereka mudah terprovokasi oleh ejekan atau sanjungan teman sebaya. Hal ini membuat remaja melakukan hal-hal yang berbahaya. Tidak mengherankan jika anak-anak motor ini berpendirian hanya nyawa yang memisahkan mereka dengan balap motor. Jadi, mereka akan terus kembali ke jalan walaupun sudah pernah menabrak tronton, misalnya.
''Untuk itu orangtua harus terus berkomunikasi dengan anak Ibu dan menyampaikan hal-hal yang dapat memagari cara berpikir mereka agar tindakan yang diambil tidak mengandung bahaya,'' papar Elly.