REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Pianis Indonesia Maria Immaculata Setiadi tampil memukau pada Konser Belle Shennkman Music Programme yang disaksikan Dubes RI di London bersama Ny. Lastri Hamzah Thayeb yang digelar di ruang 41 National Galery, London.
"Acara yang diprakarsai the Royal College of Music tersebut merupakan konser yang menghadirkan musisi internasional dari The Royal College Music," kata Sekretaris Pertama Pensosbud KBRI London, Heni Hamidah kepada ANTARA London, Selasa (5/6).
Dikatakan dia, konser recital piano menghadirkan dua orang pianis muda yang memainkan musik klasik yang terinspirasi lukisan-lukisan karya pelukis-pelukis internasional yang juga tengah dipamerkan. "Konser tersebut mencoba memadukan seni rupa dengan seni musik," ujarnya.
Maria Immaculata Setiadi memainkan musik klasik karya komposer seperti Max Liebermann, Julius Schnorr von Carolsfeld, Lili Boulanger, Trisutji Kamal dan beberapa komposer musik klasik lainnya yang dimainkan secara medley dalam waktu kurang lebih 30 menit.
Pada kesempatan tersebut juga tampil pianis muda asal Florida Amerika Julian Toha. Maria merupakan penerima beasiswa unggulan tahun 2011/2012 yang baru saja menyelesaikan program S-2 di bidang piano performance, di Royal college of Music.
Imma panggilan akrab pianis muda tersebut kerapkali diundang untuk tampil pada acara-acara konser yang diselenggarakan oleh Royal College of Music yang juga menghadirkan musisi-musisi internasional lainnya.
Dubes Hamzah Thayeb sangat menikmati konser tersebut dan menyatakan bangga melihat keahlian Imma sebagai pianis muda Indonesia yang dapat mengharumkan citra bangsa Indonesia di dunia musik internasional.
Ima mengatakan, ia menampilkan proyek konser Orientale sebagai bagian dari festival piano tahunan di RCM tahun 2012 ini mengambil tema Vive Le Piano! untuk memperingati 150 tahun kelahiran composer Prancis, Claude Debussy.
Paduan piano dan gamelan
Konser yang unik, karena selain menampilkan karya musik piano Prancis yang memiliki pengaruh dari musik timur, konser juga menampilkan pertunjukan Gamelan Jawa dan alat musik timur lainnya seperti Dizi, Pipa, dan Gaoyin Sheng.
Karya musik dari dua belahan dunia ini ditampilkan secara bergantian sehingga para penikmatnya dapat mendengar dengan lebih jelas koneksi dan pengaruh musik satu dengan lainnya, ujar Imma yang mengakui konsernya kali ini melanjutkan eksplorasi musik timur dan barat.
Menurut Imma, musik karya Claude Debussy (1862 - 1918) sangat dipengaruhi oleh nuansa musik timur yang didengarnya di Paris Exhibition pada tahun 1889 terinspirasi oleh bunyi gamelan Jawa.
Pengalaman ini memberi konsep dan ide baru pada penggunaan tonalitas dan harmoni di musik klasik barat, ujar Imma mahasiswa piano di Royal College of Music (RCM).
Musik klasik barat yang ditampilkan pada malam itu antara lain karya Debussy yaitu: Cloches travers les feuilles, Et la lune descend sur le temple qui fut, dan Poissons d?or dari Images buku kedua serta Pagodes dan Jardins sous la pluie dari Estampes.
Karya komposer Jepang Karen Tanaka Crystalline (1988), John Cage In A Landscape (1948), Somei Satoh Bridges no 5 (2008) yang pada malam itu adalah pertunjukan perdananya di London, Jolivet La Princesse de Bali dari Mana, serta karya Messiaen Le merle bleu dari Catalogue d'oiseaux.
Karya musik barat tersebut ditampilkan bergantian dengan musik timur dari Gamelan Ensemble RCM yaitu Ladrang Mugirahayu dan Ladrang Wilujeng, serta musik Oriental lainnya seperti Yao Zu Wu Qu, Han Ya Xi Shui, dan Xian Jiang Chun Ge.
Gamelan Ensemble RCM malam itu cukup unik karena selain digawangi tiga mahasiswa Indonesia: Aditya Permana, Elwin Hendrijanto, dan Maria Immaculata Setiadi .
Maria Immaculata Setiadi, penerima Beasiswa Unggulan Indonesia juga ambil bagian dalam proyek musik serupa di 2011, terdiri dari kelompok mahasiswa multinasional di bawah bimbingan bapak John Pawson.
Proyek kali ini juga menjadi kesempatan yang baik bagi mahasiswa musik di Inggris untuk mencicipi kekayaan khasanah budaya Indonesia yang tentunya, menjadi kebanggaan tersendiri bagi mahasiswa musik Indonesia di RCM.
Pengalaman musik malam itu sekali lagi menjadi saksi bahwa musik adalah bahasa universal. Musik barat atau musik timur, keduanya mencerminkan kekayaan budaya manusia yang perlu diapresiasi.
Pengalaman ini juga membuka cakrawala pemusik dan pendengarnya untuk belajar bertoleransi dan simpati antar budaya dimulai dengan mengapresiasi musik. Betapa indahnya!, ujar Imma, mahasiswa S-2 tahun terakhir di Royal College of Music, London, jurusan musik pertunjukan piano, di bawah bimbingan Prof. Nigel Clayton.
Menurut Imma, studinya dimungkinkan karena adanya dukungan Beasiswa Unggulan Kemdiknas Republik Indonesia, serta RCM Gordon Calway Stone Scholarship dengan Evelyn Tarrant dan Henry Wood award, The Seary Charitable Trust, Craxton Memorial Trust, dan The Leche Trust.