Ahad 03 Jun 2012 06:00 WIB

Backpacking Menuju Al A raf

Cover Novel Tahta Mahameru
Foto: goodreads.com
Cover Novel Tahta Mahameru

Judul buku: Tahta Mahameru

Penulis: Azzura Dayana

Penerbit: Republika

Jumlah halaman: 380

Cetakan pertama: Maret 2012

Akhir-akhir ini, kegiatan melancong atau travelling semakin marak di kalangan masyarakat Indonesia. Semakin banyak hal yang memberikan kemudahan apabila seseorang ingin mempunyai atau menekuni hobi bepergian. Karenanya, semakin banyak pula orang yang berpendapat dan membuktikan pendapatnya itu, bahwa bepergian kemana pun di setiap tikungan planet ini tidak selalu mahal. Backpacking atau melancong secara super hemat adalah alternatifnya. 

Bagi seorang backpacker, melancong bukanlah acara wisata belanja atau bersantai di resor-resor ternama sambil menikmati fasilitas-fasilitas yang memanjakan. Melancong di sini berarti petualangan tanpa henti dan pengalaman tak berbatas, yang akan meluaskan wawasan dan mematangkan kepribadian. 

Inilah yang ditawarkan Azzura Dayana, seorang penulis kelahiran Palembang 29 tahun silam, dalam karyanya kali ini. Buku-buku tentang travelling adalah salah satu genre buku yang selalu mempunyai daya tarik tersendiri. Namun, Azzura bukan sedang menulis buku panduan backpacking keliling Indonesia. Dia mengajak siapa saja yang "menguak jendelanya", untuk melancong dari pulau ke pulau di Indonesia melalui kisah drama yang sangat menyentuh dan telah menyabet penghargaan terbaik kedua dalam Lomba Novel Republika 2012. 

Bercerita tentang Faras, seorang gadis desa Ranu Pane, sebuah desa di kaki Gunung Semeru, yang berhati lapang namun memiliki karakter kuat dan pengetahuan tinggi di balik penampilannya yang sederhana. Faras menempuh pendidikan formal sampai tingkat SMA saja, dan tergila-gila dengan Khalil Gibran. 

Di tapak-tapak kehidupannya yang penuh kedamaian, Faras bersimpangan jalan dengan Raja Ikhsan, seorang pendaki yang sedang menjajal ketinggian Gunung Semeru. Ikhsan yang sinis dan egois tak menyurutkan kebaikan hati Faras. 

Bahkan kebaikan hati itu berbalas dengan kepercayaan Ikhsan untuk membuka diri. Hal yang hampir mustahil dia lakukan terhadap orang lain, dan menceritakan babak-babak pahit dalam hidupnya. Tragedi-tragedi yang seringkali hanya ada di acara berita di televisi atau menjadi naskah-naskah film. 

Pertemuan yang selalu singkat antara Ikhsan dan Faras, hanya terjadi tiga kali dalam tiga tahun. Waktu-waktu singkat itu selalu dipenuhi dengan perbincangan berat, yang pada akhirnya justru meninggalkan sejuta pertanyaan. 

Hingga suatu ketika, Ikhsan tidak lagi mengunjungi Ranu Pane dan Faras merasa dia harus menelusuri jejak Ikhsan. Dia harus menemukan Ikhsan agar kejahatan yang lebih besar dan kesulitan yang lebih dalam tidak terjadi. 

Berbekal foto-foto dari Ikhsan yang dia terima melalui email, Faras memulai penelusurannya dari pelataran Candi Borobudur hingga pedalaman tanah Bugis. Dia tidak sendiri. Faras melakukan perjalanannya dengan seorang gadis yang baru dia kenal di Borobudur. Mareta, teman seperjalanan Faras adalah seorang backpacker yang sedang minggat dari rumahnya di Jakarta. 

Faras dan Mareta menjadi teman baik tanpa sengaja, dan tanpa mereka berdua ketahui bahwa sebenarnya Mareta mempunyai hubungan dengan Ikhsan. Intrik cerita dalam novel ini menjadi semakin rumit dan menarik. Tahta Mahameru adalah tentang persahabatan, pengkhianatan, kasih sayang, dendam kesumat, dan penjelajahan esensi Sang Pencipta. 

Novel ini benar-benar mencerminkan kecerdasan Azzura sendiri, minatnya yang luas dalam banyak hal, dan pengalamannya yang kaya. Kutipan-kutipan luar biasa diselipkan di sana-sini, dari Oscar Wilde hingga hadis-hadis qudsi. Belum lagi, lirik-lirik lagu yang menggugah dari Led Zeppelin, Enya, hingga Katon Bagaskara. 

Uniknya lagi, Azzura bermain-main dengan alur cerita yang ditata maju mundur secara tegas namun mengalir dengan lembut. Masing-masing dari ketiga karakter utama diberi porsi untuk mengaktualisasikan diri di setiap bab, yang menjadi media pembangunan karakter yang kuat dalam diri para pembaca. Akan dengan mudah dikenali siapa yang "sedang naik ke atas panggung" – Faras menggunakan kata "aku", sedang Mareta lebih memilih "lu-gue".

Di sisi lain, Tahta Mahameru adalah juga tentang meyakinkan diri kita sendiri bahwa Indonesia sangatlah kaya. Tak perlu jauh-jauh ke Machu Piccu yang digambarkan oleh James Redfield dalam karyanya The Celestine Prophecy, sebagai puncak yang memiliki kekuatan energi yang menakjubkan. Singgasana tanah Jawa Dwipa, puncak Mahameru, juga memiliki keajaiban-keajaiban yang menggetarkan. 

Gunung tertinggi di Pulau Jawa ini memang sudah tersohor kemegahannya. Bukan itu saja harta Nusantara. Masih banyak harta karun yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, yang bahkan orang Indonesia sendiri tidak memahaminya. Dan Tahta Mahameru membukakan jalan minat kepada pembaca, untuk lebih mengenali tanah air sendiri. Ada yang tahu dimana letak Lok Baintan dan Tongkongan?

Fauzia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement