REPUBLIKA.CO.ID, Suatu hari buah hati yang kita cintai akan menjalani kehidupannya sendiri. Butuh jiwa pemimpin untuk menghadapi tantangan jaman yang tiap hari semakin berat. Orang tua yang selama ini membantu mereka, mau tidak mau harus merelakan anak menjadi mandiri. Oleh karena itu, pembentukan karakter yang baik harus ditanamkan sejak dini.
Orangtua biasanya menginginkan punya anak yang mandiri dan punya jiwa kepemimpinan demi masa depan sang buah hati. Namun, untuk mencapai ini tentu saja tak
Stephen R Covey mengenalkan kebiasaan yang bisa membantu menumbuhkan jiwa kepemimpinan anak. Metode itu kemudian diadaptasi menjadi metode ‘The Leader in Me’ yang diterapkan di banyak sekolah di seluruh dunia. ‘The Leader in Me’ bertujuan untuk menggali potensi murid dengan sebaik-baiknya. “Sistem ini memberikan pondasi bagaimana berprilaku yang baik dan benar pada setiap anak” ujar Executive Director PSKD Mandiri, Tya Adhitama.
Tya mengatakan, proses pembentukan jiwa pemimpin harus dilakukan pada semua aspek kehidupan anak. Selain guru di sekolah, orangtua juga dituntut aktif menjaga agar proses ini berjalan maksimal. Alangkah merepotkan jika pondasi kuat yang susah payah dibangun di sekolah, kemudian hilang begitu si anak menginjak rumah.
Misalnya, salah satu kebiasaan yang harus dilakukan yaitu bersikap proaktif. Sikap proaktif berarti sang anak tidak boleh sekadar menerima perintah dari sekeliling. Anak harus juga mempunyai niat kuat utuk mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan kesadaran penuh akan tanggung jawab.
Selalu menyadari bahwa segala sesuatunya harus berakhir bisa memberikan dampak yang bagus Kadang, rasa terlalu bersemangat membuat proses justru berjalan lambat. Batasan tertentu akan baik untuk menjaga fokus anak.
Anak juga harus dibiasakan membuat prioritas. Pada usia sekolah, ada banyak sekali kegiatan menyenangkan yang bisa dikerjakan selain belajar. Prioritas diperlukan agar semua tugas dikerjakan secara maksimal dan selesai pada waktunya. Setelah itu, anak bisa mengerjakan pekerjaan lain sesuka hatinya.
Selanjutnya, berikan kesempatan kepada anak untuk memikirkan solusi terbaik untuk semua pihak. Lakukan negosiasi, diskusi dan musyawarah terbuka. Penting bagi para orang tua untuk mendengarkan pendapat anak dan mempertimbangkan sudut pandang mereka. Proses ini juga akan membentuk pemahaman yang baik tentang pentingnya kebebasan berbicara. Hasilnya, anak akan menjadi pribadi yang terbuka dan mampu mengemukakan pendapatnya secara cerdas.
Langkah selanjutnya adalah megajarkan anak untuk lebih banyak mendengar. Contohnya, biasakan untuk membiarkan anak bereksplorasi dengan caranya sendiri dahulu. Koreksi yang tergesa-gesa akan menimbulkan rasa enggan dalam diri anak. Sebaliknya, waktu yang tepat akan menumbuhkan toleransi yang besar dan pemahaman bahwa mereka dimengerti.
Jiwa pemimpin juga bisa tumbuh berkembang jika anak berada di lingkungan yang positif. Harus ditanamkan pemahaman bahwa semua orang mempunyai peran penting masing-masing untuk mencapai tujuan tertentu. Anak harus belajar bekerjasama dengan banyak orang untuk bekalnya bersosialisasi. Terakhir adalah gaya hidup yang baik. Kebiasaan-kebiasan kecil tersebut harus dilakukan berkepanjangan agar berjalan efektif.
Proses ini akan mudah diadaptasi anak ketika mengenalnya dalam usia dini. Namun, jika baru mengenalnya di usia remaja, tantangannya tentu berbeda. Anak kecil mudah menyerap hal-hal baru karena belum banyak pengalaman hidup yang mempengaruhi cara berpikir dan berprilaku. Mereka masih mudah diarahkan oleh orang-orang yang mereka patuhi.
Remaja sudah memiliki beberapa pengalaman hidup, meskipun belum matang. Jiwa remaja penuh dengan semangat eksplorasi, bahkan terkadang memberontak pada sistem. “Remaja akan kritis terhadap segala perubahan, oleh karena itu diperlukan kontinuitas,” ujar Adinugroho Horstman, konsultan pendidikan.