Kamis 26 Apr 2012 12:04 WIB

Meluruskan Persepsi Anak, Inilah Caranya

Rep: Ichsan Emrald/ Red: Heri Ruslan
Ibu dan bayi (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Ibu dan bayi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Kata-kata yang tak pantas kerap mampir ke telinga anak melalui obrolan orang di sekitarnya ataupun tayangan TV. Ironisnya, anak juga bisa terpapar lewat buku. Tak terkecuali, buku pelajarannya. Seperti Lembar Kerja Siswa (LKS) Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta (PLBJ) yang kasusnya mencuat beberapa waktu lalu.

Ketika sesuatu yang tak pantas telanjur menambah kosa kata anak, apa yang dapat orang tua lakukan? Psikolog Ike R Sugianto menyarankan agar orang tua membangun ikatan yang kuat dengan putra-putrinya. Ikatan tersebut bisa dibangun sejak anak lahir. “Ini akan membentuk keterbukaan anak pada orang tua,” jelasnya.

Anak yang terbuka akan mencari orang tua sebagai rujukan utama. Dia tak akan merasa segan bertanya ketika ada sesuatu yang mengusik nalarnya. “Sebaliknya, orang tua juga bisa dengan mudah menanyakan apa saja kepada anaknya,” komentar psikolog dari Potentia Centre ini.

Dalam kasus serupa dengan materi “Bang Maman dari Kali Pasir”, orang tua tak perlu panik. Tak pula perlu memaksakan menjawab saat itu juga andaikan ayah bunda belum siap menjelaskannya. Beri pengertian pada anak bahwa Anda juga sedang mencari tahu makna kata yang ditanyakan anak.

Sembari menyiapkan diri dengan penejalasan yang masuk akal, gali sejauh apa anak mengetahui makna kata yang terkandung dalam ceritanya. Tanyakan, arti istri simpanan dalam kacamata anak. Bisa jadi, anak sudah mendapatkan penjelasan yang tepat. Kalau belum, gunakan bahasa sederhana yang mudah dimengerti anak. “Istri simpanan itu artinya istri dari pernikahan yang tak bilang-bilang kepada siapa pun, jadi keberadaannya dirahasiakan,” urai Ike memberi contoh.

Berikutnya, kaitkan pengetahuan tersebut dengan nilai lainnya yang dimengerti anak. Topiknya, tentang benar atau salah. Tanyakan, apakah dibenarkan jika adik memecahkan vas bunga tanpa bilang-bilang. Kasus frasa istri simpanan mengandung dua nilai yang bisa dilurus kan maknanya pada anak. Ia dituntut bisa membedakan benar dan salah lalu mengerti bahwa pernikahan harus dilandasi rasa saling menyayangi dan menghormati. “Tak perlu melarang anak untuk menyebutkan frasa itu karena anak biasanya justru akan berlaku sebaliknya,” ujar Ike.

Pendampingan yang sama juga bisa dipraktikkan andaikan suatu saat anak terpapar konten tak pantas dari media komunikasi lainnya. Tak terkecuali, acara komedi di TV yang kerap diselipkan banyolan menjurus porno. Ketika anak ikut menontonnya, jelaskan candaan seperti itu bukan hal yang baik. “Tentunya, orang tua juga tak boleh kelepasan tertawa mendengarnya,” kata Ike mengingatkan.

Selanjutnya, ayah dan bunda juga harus menjadi teladan bagi anandanya. Keteladanan berguna dalam membentuk karakter anak. Sikap, kata, dan perbuatan yang baik harus menjadi budaya keluarga. Dengan melihat perlakuan ayah terhadap ibu, contohnya, anak akan belajar bagaimana seorang lelaki harus bersikap dan memperlakukan perempuan. Begitu juga sebaliknya. Selain lewat teladan, ayah bunda dapat membangun karakter anak lewat permainan peran dengan boneka atau melihat gambar bersama.

Selanjutnya, biasakanlah membahas aneka kejadian di keseharian yang dapat menjadi pelajaran moral bagi buah hati. Ajak anak menilai moral dari suatu tindakan. “Kala melihat pemuda membantu nenek menyeberang jalan, nyatakan itu sebagai tindakan terpuji,” ucap Ike. Sistem nilai yang terbentuk di rumah, lanjut Ike, akan memudahkan anak bersikap ketika meng alami benturan nilai di lingkungan. Ia akan merasa tidak nyaman begitu terpapar dengan sesuatu yang tak pantas. “Penanaman nilai tak bisa dilimpahkan sepenuhnya kepada sekolah,” timpal psikolog anak, Roslina Verauli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement