REPUBLIKA.CO.ID, Si kecil baru berusia tiga tahun. Namun, dia sudah tertarik dengan angka dan semangat kalau dibacakan cerita. Apakah sudah saatnya dia bersekolah?
Menurut Elly Risman, seorang psikolog, anak memiliki kecenderungan untuk meniru apa saja yang dilihatnya baik dari anggota keluarga atau lingkungan. Melihat teman-temannya pergi sekolah, ia juga terdorong untuk melakukan hal yang sama. Bila ini yang terjadi, sebaiknya orangtua mengembangkan sisi kecerdasan emosi anak dengan berbagai cara karena inilah saat yang pas untuk membentuk dasar-dasar etika anak.
Menurut seorang dokter yang meneliti kerja otak selama bertahun-tahun, usia 0-3 tahun bagian otak yang siap untuk dikembangkan adalah amigdala yang berkaitan dengan emosi, pada usia ini sebaiknya bayi diberi kesempatan untuk menerima rangsangan-rangsangan baru agar otaknya selalu aktif dan membentuk sambungan-sambungan.
Anak sebaiknya bertemu dengan banyak orang dan belajar berbagai ekspresi dari orang-orang yang ditemuinya. Orang tua diharapkan menunjukkan perasaan-perasaan positif dan ekspresi wajah yang sama dengan perasaannya. Ekspresi marah dan emosi negatif akan merusak otak anak. Sedangkan ekspresi emosi positif akan menguatkan kerja dan fungsi otak.
Jika anak sudah berkembnag kematangan emosinya, terlihat dari kemampuan mengontrol dorongan-dorongan dari dalam dirinya, dengan mudah anak mencapai kematangan intelektualnya yang siap dikembangkan pada usia 6 tahun dan seterusnya. Pada usia ini, bagian otak anak yang berkaitan dengan membaca, menulis, dan berhitung sudah matang. Dengan latihan yang menyenangkan, anak dengan cepat dapat membaca dan berhitung, ia menjalani fitrahnya sebagai manusia yang diciptakan Allah SWT secara bertahap-tahap.
Sebaliknya jika belajar calistung (baca,tulis,berhitung) lebih dulu dikembangkan anak akan mengalami jurang yang dalam antara kematangan emosi dan kematangan intelektualnya. Anak tumbuh cerdas namun cenderung impulsif tidak dapat mengontrol emosinya.