REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Hampir tiga jam, rombongan 'Melancong Bareng Abah Alwi' terjebak kemacetan jalur puncak pada Ahad (29/1) lalu. Kemacetan itu menjadi hal biasa terjadi tiap akhir pekan. Meski demikian, kemacetan tidak menyurutkan minat peserta untuk mengunjungi Istana Bogor.
Menurut jadwal, rombongan sudah harus tiba di Istana pukul 16.00 WIB. Namun, kemacetan membuat jadwal sedikit berubah. Rombongan pun tiba di lokasi sekitar pukul 17.00 WIB. Kedatangan rombongan segera disambut Kasubag Rumah Tangga dan Protokoler Istana, Endang Sumitra.
Endang sudah menunggu di depan tugu batu bertuliskan Istana Bogor. Tanpa berpanjang lebar, Endang segera menjelaskan batu yang kini menjadi tugu itu sebenarnya merupakan bahan untuk membuat patung.
"Sebenarnya ada dua bongkahan batu. Namun, Bung Karno baru menggunakannya sekali yakni batu untuk patung 'Si Denok' yang terkenal itu," kata Endang di hadapan para peserta 'Melancong Bareng Abah Alwi', Ahad (29/1).
Endang menjelaskan Istana Bogor dibangun oleh Gubernur Jenderal Van Imhoff pada 1743. Proses pembangunannya selesai pada 1760 dengan luas 1.5 hektar. Tidak kurang 38 gubernur jenderal tinggal atau berakhir pekan di Istana ini. Presiden Soekarno juga termasuk kepala negara RI yang kerap ke Istana Bogor.
Cermin Seribu Pandang
Sebelum melanjutkan ceritanya, Endang membawa rombongan memasuki bangunan utama bagian tengah. Layaknya bangunan klasik Eropa, bangunan utama memiliki langit-langit yang menjulang tinggi. Di atas langit-langit terdapat semacam motif yang dibuat oleh arsitek asal Belanda.
Pada ruangan itu mulai terlihat beragam karya seni. Koleksi-koleksi karya seni dan dekorasi yang ada banyak berasal dari pemberian negara-negara sahabat. Keberadaan koleksi itu memberikan aksen mewah di Istana Bogor. Sementara, sisanya merupakan koleksi Bung Karno.
Endang mengatakan ada sekitar 450 lukisan. Beberapa di antaranya adalah karya pelukis Indonesia Basuki Abdullah, pelukis Rusia Makowski, dan Ernest Dezentjé. Lalu, ada sebanyak 360 patung dan kebanyakan patung perempuan.
Rombongan kemudian memasuki ruang Garuda. Di tempat inilah berlangsung pertemuan resmi, termasuk menerima tamu negara. Namun sebelum masuk, terdapat cermin seribu pandang. Bagi yang melihatnya itu akan tampak seribu bayangan. Selanjutnya, terlihat meja lonjong dengan kursi yang tersusun rapi. Di bawahnya karpet merah tebal. Yang menarik justru arsitektur ruangan ini.
"Dahulu, ruangan ini merupakan tempat pesta. Pada bagian atas ruangan terdapat tempat mesin pemutar musik. Tanpa perlu pengeras suara, artikulasi suara ruangan ini cukup bagus sehingga musik terdengar di setiap sudut ruangan," kata dia.
Mogor, Main ke Rumah Perempuan
Selepas melihat ruangan Garuda, rombongan diajak menuju selasar belakang bangunan utama bagian tengah. Pada bagian ini, Bung Karno sering mengajak para tamu undangan untuk melihat keindahan gunung Salak.
Benar saja, pemandangan yang tercipta sungguh luar biasa. Pohon tinggi menjulang, rumput hijau terhampar, lalu kabut secara perlahan mulai turun. Di belakangnya terdapat penggalan gunung Salak yang tampak biru. Wal hasil, bagian inilah menjadi favorit rombongan untuk sekedar menjepret foto.
Kira-kira butuh satu jam untuk berkeliling Istana Bogor. Namun, sayang tidak semua bagian istana dibuka, utamanya sayap kiri dan sayap kanan bangunan. Akan tetapi, rombongan segera terhibur dengan penampilan rusa-rusa tutul yang tengah bergerombol memakan rumput. Lagi-lagi objek itu menjadi sasaran jepretan kamera pengunjung.
Matahari tak lama lagi selesai melaksanakan tugasnya. Lampu di pelataran Istana pun menyala. Suasana mendadak berubah. Mata seolah dimanjakan pemandangan yang tak biasa.
"Suasana ini merupakan favorit warga Bogor. Mereka menyebutnya Mogor. Artinya, bertandang ke rumah perempuan. Memang banyak diartikan negatif, tapi kurang lebih suasana romantislah maksudnya," kata Endang yang tersenyum.