REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Restoran Sea Food masih kalah populer ketimbang restoran cepat saji atau restoran yang menyajikan masakan hasil non-laut. Kondisi itu jelas ironis, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan hasil laut.
Manajer D'Cost Area Jakarta, Bintoro, mengungkapkan kondisi itu tidak terlepas dari mahalnya banderol yang ditawarkan restoran sea food pada menu yang disajikan. Faktor harga itu harus dimaklumi mengingat restoran sea food mengandalkan suplai nelayan yang melaut.
"Berbicara melaut, sangat tergantung cuaca. Misalnya saja dalam kondisi cuaca seperti sekarang, nelayan tentu sulit melaut, maka pasokan hasil berkurang. Jadi, harganya naik," kata dia, Rabu (11/1).
Menurut Bintoro, faktor itulah yang memberikan pengaruh besar terhadap banderol yang ditetapkan restoran sea food kepada konsumennya. "Bagi kalangan mampu, mungkin tidak ada masalah. Tapi berbicara restoran, tentu menjangkau semua kalangan terasa istimewa. Lha, harusnya begitu, negara ini kaya hasil laut kok," paparnya.
Oleh sebab itu, kata Bintoro, D'Cost menyiasati hal tersebut dengan membangun pusat logistik guna menyimpan stok hasil laut untuk menghindari kelangkaan stok. "Kami pun memiliki stok yang cukup, sehingga dapat melayani konsumen kendati cuaca tidak bersahabat dengan nelayan. Yang terpenting lagi, harga yang kami tetapkan tidak naik," pungkasnya.