Ahad 30 Oct 2011 13:50 WIB

Istana Negara Saksi Sistem Tanam Paksa Diterapkan

Rep: Agung Sasongko/ Red: Chairul Akhmad
Pelantikan pejabat negara di Istana Negara (ilustrasi).
Foto: Antara/ Widodo S Jusuf
Pelantikan pejabat negara di Istana Negara (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Setelah bangunan Istana Negara resmi menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda, banyak peristiwa penting yang terjadi. Salah satunya penetapan kebijakan sistem tanam paksa oleh Guberur Jenderal Graaf Van Den Bosch.

Kepada Rombongan "Melancong Bareng Abah Alwi: Jejak Proklamator Soekarno-Hatta", pemerhati Sejarah, Alwi Shahab, menuturkan pada zaman itu kas pemerintah Belanda nyaris kosong.

Apabila tidak segera diisi, pemerintah Hindia Belanda terancam bangkrut. Kekosongan kas itu disebabkan peninggalan sisa hutang perusahaan Dagang Hindia Timur (VOC).

“Akhirnya, pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk memberlakukan sistem tanam paksa. Sistem ini yang memaksa rakyat Indonesia menjual komoditas tanaman yang berorientasi ekspor,” kata Abah, Ahad (30/10).

Memasuki zaman kemerdekaan, kata Abah, Istana ini menjadi saksi penandatanganan Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947. Hadir dalam persetujuan itu, Sutan Syahrir dari pihak Indonesia dan pihak Belanda diwakili oleh HJ van Mook.

Sementara saat memasuki era pembangunan, Istana Negara menjadi pusat penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan, antara lain pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rapat kerja nasional, kongres bersifat nasional dan internasional, dan jamuan kenegaraan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement