REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah Batavia membutuhkan tranportasi pengangkut barang menuju pusat Kota, saat pelabuhan baru di Tanjung Priok dibangun. Kebutuhan itu dirasa mendesak apalagi saat dibuka pelabuhan Tanjung Priok menjadi bandar pelabuhan yang ramai.
"Alasan pembangunan ini karena pada masa lalu wilayah Tanjung Priok sebagian besar adalah hutan dan rawa-rawa yang berbahaya sehingga dibutuhkan sarana transportasi yang aman pada saat itu yakni kereta api," kata Alwi Shahab, pemerhati sejarah Jakarta kepada Peserta Melancong Bareng Abah Alwi edisi Menelusuri Jejak Portugis di Kampung si Pitung, Ahad (3/7).
Menurut Abah, Stasiun ini dibangun pada tahun 1914 pada masa Gubernur Jendral A.F.W. Idenburg (1909-1916). Untuk menyelesaikan stasiun ini, diperlukan sekitar 1.700 tenaga kerja dan 130 di antaranya adalah pekerja berbangsa Eropa.
Untuk ukuran saat itu, stasiun Tanjung Priok terbilang besar. Ukurannya serupa dengan Stasiun Jakarta Kota atau Stasiun Beos dengan 8 peron. Jumlah peron terlalu banyak apalagi kereta api-kereta api yang menghubungkan kota-kota seperti Bandung dengan kapal-kapal Stoomvaart Maatschappij Nederland dan Koninklijke Rotterdamsche Lloyd langsung menuju ke dermaga pelabuhan dan tidak menggunakan stasiun ini.
Sebagian aktivitas stasiun ini hanya digunakan untuk kereta rel listrik yang mulai digunakan di sekitar Batavia pada tahun 1925. Adapun rutenya meliputi pelabuhan Tanjung Priok dengan Batavia yang berada di selatan.