REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi anak usia dini, janji adalah sebuah kepastian yang mendatangkan antisipasi dan kebahagiaan; seperti janji akan dibelikan es krim atau diajak bermain ke taman. Namun, ketika ucapan yang sederhana itu tidak terwujud, respons yang timbul dari anak jauh lebih kompleks daripada sekadar kemarahan.
Orang tua yang kerap ingkar janji menanamkan benih dampak negatif yang serius pada fondasi emosi dan mental anak. Pendidik dari Rumah Main Cikal Lebak Bulus, Zati Dillah Putri, mengingatkan orang tua tentang tiga dampak buruk utama yang terjadi saat sebuah janji gagal ditepati.
Dampak pertama yang paling merusak adalah munculnya perasaan anak yang tidak dihargai. Anak akan mulai merasa bahwa kebutuhannya tidak penting atau tidak memiliki prioritas di hadapan orang tuanya. Kekecewaan yang berulang ini secara langsung mengikis harga diri anak, membuatnya rentan terhadap gejolak emosi.
"Mudah marah atau kecewa, anak yang sering dikecewakan (misalnya dijanjikan sesuatu tapi tidak ditepati) bisa merasa tidak dihargai atau tidak aman secara emosional. Akibatnya, mereka mudah tersulut emosi, mudah kecewa, atau menjadi sensitif terhadap penolakan,” ujarnya dalm keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id pada Jumat (28/11/2025).
Sensitivitas berlebihan terhadap penolakan di masa depan dinilai sebagai konsekuensi langsung dari perasaan bahwa janji yang telah diberikan tidak pernah memiliki bobot atau nilai. Dampak kedua adalah erosi perlahan pada rasa percaya anak terhadap orang tua. Kepercayaan adalah pilar utama dalam membangun keterikatan emosional yang aman.
Ketika orang tua ingkar janji berkali-kali, anak mulai sulit mempercayai validitas ucapan orang dewasa di sekitarnya. Keretakan kepercayaan ini menciptakan rasa kurang aman secara emosional. "Kejadian berulang membuat anak sulit mempercayai ucapan orang lain," ujar Zati.