Jumat 03 Oct 2025 16:22 WIB

Studi Salween Euretina 2025: Faricimab Beri Efek Bertahan Lebih Lama pada Retina

Di Indonesia, Badan POM telah menyetujui penggunaan Faricimab sejak 2023.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Retina mata (ilustrasi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faricimab terbukti superior karena tidak hanya mampu memulihkan penglihatan pasien secara signifikan, tetapi juga memberikan efek yang bertahan lebih lama dibandingkan metode pengobatan standar.
Foto: Dok. Freepik
Retina mata (ilustrasi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faricimab terbukti superior karena tidak hanya mampu memulihkan penglihatan pasien secara signifikan, tetapi juga memberikan efek yang bertahan lebih lama dibandingkan metode pengobatan standar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terobosan dalam pengobatan gangguan retina diumumkan pada Kongres Euretina 2025 di Paris, Prancis, melalui hasil Studi Salween. Studi ini berfokus pada efektivitas pengobatan dengan Faricimab untuk pasien yang menderita degenerasi makula basah (neovascular/wet Age-related Macular Degeneration, nAMD) dan variasi polipoidal koroidal vaskulopati (PCV).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faricimab terbukti superior karena tidak hanya mampu memulihkan penglihatan pasien secara signifikan, tetapi juga memberikan efek yang bertahan lebih lama dibandingkan metode pengobatan standar. "Hasil studi ini merupakan langkah maju yang penting khususnya bagi pasien PCV di Indonesia. Terapi pengobatan injeksi dengan Faricimab tidak hanya mencapai peningkatan kualitas penglihatan yang bermakna secara klinis, tetapi juga dapat mengurangi beban pengobatan dan berdampak positif bagi kualitas hidup pasien, pendamping, bahkan keluarganya," kata Kepala Departemen Mata RSCM Dr dr Ari Djatikusumo, SpM (K), dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (3/10/2025).

Baca Juga

Degenerasi makula basah (nAMD), merupakan kerusakan pada pusat penglihatan akibat pembuluh darah abnormal. Ini juga berlaku untuk PCV (Polypoidal Choroidal Vasculopathy), yaitu sebuah variasi dari nAMD yang ditandai dengan adanya benjolan polip di bawah retina dan menjadi salah satu penyebab utama kebutaan di Asia.

Gejala umum dari nAMD antara lain adanya area gelap di bagian pusat penglihatan, pandangan kabur, warna terlihat lebih pudar, atau garis lurus tampak seperti bergelombang. Studi Salween menginformasikan pengobatan Faricimab memberikan efek pasien rata-rata bisa membaca 8-9 huruf lebih banyak di bagan tes mata setelah satu tahun pengobatan. Peningkatan ini sangat penting karena benjolan polip yang menjadi sumber masalah ditemukan tidak aktif pada 86 persen kasus, bahkan 61 persen jaringan tumbuh yang abnormal hilang sepenuhnya.

Perbaikan ini secara langsung mengurangi risiko pendarahan pada retina, salah satu ancaman terbesar yang bisa berujung pada kebutaan. Kabar baik lainnya adalah lebih dari separuh pasien kini bisa mendapatkan suntikan dengan interval empat bulan sekali tanpa khawatir penglihatannya akan menurun.

Jadwal yang lebih jarang ini tentu meringankan beban fisik, waktu, dan biaya bagi pasien serta keluarga, sehingga pasien tidak perlu terlalu sering datang ke rumah sakit untuk suntik mata. “Semoga inovasi ini dapat membantu pasien mendapatkan manfaat dari terapi Faricimab. Diagnosis yang cepat, serta penanganan sedini mungkin diharapkan dapat membantu memulihkan penglihatan dan mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut,” ujar dr Ari Djatikusumo.

Di Indonesia, Badan POM telah menyetujui penggunaan Faricimab sejak 2023 untuk beberapa kondisi retina serius, termasuk degenerasi makula basah (nAMD) dan pembengkakan makula akibat diabetes atau dalam dunia kedokteran, dikenal dengan istilah DME. Dokter Ari Djatikusumo merekomendasikan bagi yang mengalami gejala nAMD untuk segera konsultasi dengan dokter spesialis mata agar mendapat pemeriksaan lengkap, penegakan diagnosis, serta pengobatan yang tepat.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ameera Network (@ameeranetwork)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement