Jumat 03 Oct 2025 04:13 WIB

Harapan Baru dalam Pengobatan TB Resisten Obat di Indonesia

TB RO sulit disembuhkan dengan obat biasa.

Direktur Yayasan Riset dan Pelatihan Respirasi Indonesia (RPRI), Prof Erlina Burhan, MSc, SpP(K).
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Yayasan Riset dan Pelatihan Respirasi Indonesia (RPRI), Prof Erlina Burhan, MSc, SpP(K).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia masih menghadapi beban besar penyakit Tuberkulosis (TB), khususnya TB Resisten Obat (TB RO). Pada 2024, tercatat lebih dari 12 ribu kasus TB RO, namun hanya sekitar 9.500 pasien yang memulai pengobatan. Tingkat keberhasilan pengobatannya pun baru mencapai 59 persen.

Kondisi ini menunjukkan bahwa masih banyak tantangan dalam mengendalikan TB RO, mulai dari sulitnya akses pengobatan hingga kendala dalam pelatihan tenaga kesehatan. Padahal, TB RO merupakan salah satu masalah kesehatan serius karena sulit disembuhkan dengan obat biasa, membutuhkan pengobatan panjang, serta sering menimbulkan efek samping berat.

Baca Juga

Kabar baiknya, kini tersedia paduan obat baru untuk TB RO, yakni BPaL/M, yang direkomendasikan WHO pada 2022. Obat ini mulai diterapkan di Indonesia sejak 2023.

Berbeda dengan pengobatan lama yang bisa berlangsung hingga 18–24 bulan, BPaL/M hanya perlu waktu 6 bulan dengan jumlah pil lebih sedikit. Data global menunjukkan tingkat kesembuhan lebih dari 90 persen, sementara di Indonesia sudah mencapai sekitar 76 persen.

“Selama bertahun-tahun, pasien TB RO harus menjalani pengobatan panjang dengan efek samping berat sehingga banyak yang putus berobat. Paduan baru BPaL/M menjadi titik balik karena lebih singkat, lebih nyaman, dan kesembuhannya lebih tinggi,” kata Direktur Yayasan Riset dan Pelatihan Respirasi Indonesia (RPRI), Prof Erlina Burhan, MSc, SpP(K), dikutip dari siaran pers, Rabu (2/10/2025).

Meski lebih efektif, pelaksanaan pengobatan BPaL/M di lapangan belum merata. Banyak tenaga kesehatan yang belum mendapatkan pelatihan memadai, terutama di daerah. Tanpa dukungan pelatihan berkelanjutan, obat baru ini dikhawatirkan tidak akan memberi dampak maksimal.

Untuk itu, hadir platform digital Upskill TB, yang menyediakan pembelajaran daring bagi tenaga kesehatan. Melalui platform ini, dokter, perawat, hingga mahasiswa kedokteran bisa belajar kapan saja dan di mana saja tentang tata laksana TB RO dengan obat terbaru.

Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof Dante Saksono Harbuwono, menegaskan bahwa BPaL/M adalah terobosan besar. Bukan hanya lebih efektif, tapi juga jauh lebih hemat biaya.

“Jika pengobatan lama bisa menelan biaya hingga Rp 120 juta per pasien, dengan BPaL/M biayanya turun menjadi sekitar Rp 9 juta. Kehadiran Upskill TB akan memperkuat transformasi kesehatan nasional dan mempercepat eliminasi TB RO,” ujarnya.

Dengan kombinasi obat baru yang lebih singkat serta dukungan teknologi pelatihan digital, Indonesia diharapkan mampu menekan angka putus berobat dan meningkatkan kesembuhan pasien. Harapan terbesar tentu saja agar TB, khususnya TB resisten obat, bisa segera dikendalikan dan tidak lagi menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement