REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beauty influencer Tasya Farasya menjalani sidang perceraian perdana dengan mantan suaminya, Ahmad Assegaf, pada Rabu (24/9/2025). Dalam tuntutan gugatannya, Tasya mengajukan nafkah sebesar Rp100. Angka ini muncul sebagai bentuk kekecewaannya karena selama tujuh tahun pernikahan Tasya mengaku tidak mendapat nafkah yang layak.
Berbicara mengenai nafkah suami terhadap istri, bagaimana hukumnya menurut Islam?
Mengutip laman Pengadilan Agama, disebutkan bahwa para ahli fikih telah sependapat bahwa nafkah terhadap istri itu wajib atas suami yang merdeka dan berada di tempat. Mengenai suami yang bepergian jauh, maka jumhur fuqaha tetap mewajibkan suami atas nafkah untuk istrinya, sedangkan Imam Abu Hanifah tidak mewajibkan kecuali dengan putusan penguasa.
Tentang kewajiban nafkah ini telah dijelaskan Allah SWT dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 233, yang artinya: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajliban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya".
Jenis nafkah
Dalam buku Kompilasi Hukum Islam (KHI), tepatnya dalam Pasal 80 ayat (2) dan ayat (4), dijelaskan bahwa seorang suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala kebutuhan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuan dan penghasilannya. Adapun jenis-jenis nafkah yang wajib diberikan suami meliputi:
1. Nafkah, kiswah, dan tempat tinggal. Nafkah kiswah merupakan kewajiban untuk memberikan nafkah pakaian atau sandang yang layak kepada istrinya sebagai bentuk belanja hidup sehari-hari.
2. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan anak dan istrinya.
3. Biaya pendidikan anak.
Kapan kewajiban nafkah ini berawal?
Para ulama kalangan Hanafiah berpendapat, kewajiban memberi nafkah ini mulai dibebankan kepada suami setelah berlangsungnya akad nikah yang sah, meskipun sang isteri belum berpindah ke rumah suaminya. Dasar pendapat mereka, diantara konsekuensi dari akad yang sah, ialah sang isteri menjadi tawanan bagi suaminya. Dan apabila istri menolak berpindah ke rumah suaminya tanpa ada udzur syar'i setelah suaminya memintanya, maka ia tidak berhak mendapat nafkah dikarenakan istri telah berbuat durhaka (nusyuz) kepada suaminya dengan menolak permintaan suaminya tersebut.
Sedangkan ulama dari kalangan Syafi'iyyah, Malikiyyah dan Hanabilah berpendapat, kewajiban nafkah belum jatuh kepada suami hanya dengan akad nikah semata-mata. Kewajiban itu mulai berawal ketika sang istri telah menyerahkan dirinya kepada suami, atau ketika sang suami telah mencampurinya, atau ketika sang suami menolak memboyong isterinya ke rumahnya, padahal sang istri telah meminta hal itu darinya.
View this post on Instagram