REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Runway JF3 Fashion Festival sore itu terasa berbeda. Bukannya parade busana biasa, penonton seolah diajak masuk ke dalam dunia imajinasi Ernesto Abram—sebuah ruang di mana tradisi dan masa depan berpadu dalam harmoni yang penuh kejutan.
Lampu panggung meredup. Musik berdetak pelan, membangun rasa penasaran. Lalu, langkah pertama terdengar. Model muncul dalam balutan jaket berstruktur kokoh bak baju perang, dihiasi motif tenun yang terbungkus resin transparan. Kilau lampu membuatnya tampak seperti artefak masa depan.
Tak lama, gaun merah tua melintas dengan potongan asimetris dan kerah menjulang, memberi kesan gagah sekaligus anggun. Bagian bawahnya, lapisan songket berumbai bergerak mengikuti langkah, mengingatkan pada ombak yang tak pernah berhenti menggempur pantai.
Ernesto memang tak bermain aman. Ia mengutak-atik tenun, songket, dan motif nusantara menjadi potongan tak terduga—tajam, dramatis, dan penuh tekstur. “Avant-garde bagi saya bukan soal tampil aneh, tapi soal memberi cara pandang baru pada sesuatu yang sudah kita kenal,” ujarnya.
Di puncak pertunjukan, busana putih keperakan dengan detail bordir flora tradisional memikat mata. Siluetnya futuristik, tapi sarat makna: masa depan yang tetap berpijak pada akar budaya.
Pertunjukan ini lebih dari sekadar fashion show. Ernesto mengajak penonton merasakan bahwa cinta tanah air bisa hadir di panggung global melalui desain yang berani, orisinal, dan berpikiran maju.
Karya ini akan kembali tampil di panggung utama JF3 Fashion Festival pada Minggu, 27 Juli 2025, pukul 16:30 WIB di Summarecon Mall Kelapa Gading—dan diyakini akan menjadi salah satu sorotan terbesar festival tahun ini.
