REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data yang dirilis oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan gambaran memprihatinkan mengenai kondisi anak-anak di Indonesia. Selama tiga tahun terakhir, KPAI menerima aduan sebanyak 854 kasus yang melibatkan anak sebagai korban kekerasan fisik, psikis, hingga kasus bunuh diri.
"Berdasarkan data pengaduan yang diterima oleh KPAI dari tahun 2022 sampai tahun 2025 terdapat 854 kasus di subklaster anak korban kekerasan fisik, psikis, dan bunuh diri pada anak," kata anggota KPAI Diyah Puspitarini di Jakarta pada Senin (28/7/2025).
KPAI tidak hanya mencatat statistik, tetapi juga aktif memantau dan mengintervensi kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang menjadi sorotan publik. Saat ini, KPAI tengah memantau ketat penanganan kasus penganiayaan terhadap empat anak di Desa Mojo, Kecamatan Andong, Boyolali, Jawa Tengah. Yang lebih mengejutkan, pelaku dalam kasus ini adalah tokoh agama atau tokoh masyarakat setempat. Keempat anak korban diidentifikasi dengan inisial MAF (11) dan adik kandungnya, VMR (8), keduanya berasal dari Kabupaten Batang, Jawa Tengah, serta kakak beradik SAW (14) dan IAR (11) dari Suruh, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
"Upaya yang telah dilakukan KPAI untuk penanganan kasus ini adalah melakukan klarifikasi kasus pada tanggal 18 Juli 2025 dengan semua stakeholder di Boyolali yaitu Polres Boyolali, Dinas P2KBP3A Boyolali, UPTD PPA Boyolali, Dinas Sosial Boyolali, dan Kantor Kementerian Agama Boyolali," kata Diyah.
KPAI memastikan keempat anak tersebut kini dalam kondisi baik dan sudah berada di rumah orang tua mereka masing-masing dalam keadaan sehat, sebuah hasil yang melegakan setelah trauma yang mereka alami. Selain itu, KPAI juga menyoroti penanganan kasus anak berinisial MAS yang membunuh ayah dan neneknya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Kasus ini dinilai berlarut-larut, dan KPAI khawatir akan dampaknya pada hak-hak anak yang terlibat.
"Kasus anak berinisial MAS yang terindikasi berkebutuhan khusus di Jakarta Selatan berlarut penanganannya sehingga berpotensi mencederai hak anak selama proses hukum," ujar Diyah.
Penanganan yang lambat dinilai dapat memperburuk kondisi psikologis anak dan menghambat proses rehabilitasi yang seharusnya mereka dapatkan. KPAI mendesak kepolisian untuk membuka kembali kasus kematian anak berinisial AM (13 tahun), seorang pelajar asal Kota Padang, Sumatera Barat.
Menurut Diyah, kasus kematian AM belum terungkap fakta kebenarannya dan pertanggungjawaban pidana para pelakunya, meskipun penyelidikan terhadap kasus ini sudah dihentikan polisi pada awal tahun 2025 dengan kesimpulan bahwa korban AM bunuh diri. "Kasus sudah di-SP3 dan AM disimpulkan bunuh diri dan itu yang tidak kita terima. Jadi kita akan tetap berupaya kasus ini dibuka lagi," ujarnya.