Rabu 18 Jun 2025 15:54 WIB

Laki-Laki Sering Marah Dianggap Kurang Cerdas Sama Pasangannya, Kata Studi

Dalam memilih pasangan, orang cenderung mencari dua hal utama, apa itu?

Pria marah (ilustrasi). Pria yang lebih sering marah ternyata dipersepsikan kurang cerdas oleh pasangannya.
Foto: Foto : MgRol_94
Pria marah (ilustrasi). Pria yang lebih sering marah ternyata dipersepsikan kurang cerdas oleh pasangannya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian psikologi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Evolutionary Psychology mengungkapkan fakta mengejutkan: pria yang lebih sering marah ternyata dipersepsikan kurang cerdas oleh pasangannya. Dan parahnya, persepsi ini dinilai bisa jadi biang kerok ketidakpuasan dalam hubungan bagi kedua belah pihak. 

Dilansir laman Psypost.org pada Rabu (18/6/2025), penelitian yang dipimpin oleh Jeremiasz Górniak, Marcin Zajenkowski, Kinga Szymaniak, dan Peter K Jonason ini menjawab pertanyaan penting dalam dinamika hubungan asmara. Selama ini, dalam memilih pasangan, orang cenderung mencari dua hal utama yakni kompetensi (kemampuan untuk sukses, sering dikaitkan dengan kecerdasan) dan kasih sayang (kelembutan, keramahan, dan kemarahan rendah). Namun, bagaimana dua hal ini saling berinteraksi dan memengaruhi kepuasan dalam hubungan yang sudah terjalin? Inilah yang coba diungkap oleh studi ini.

Baca Juga

Para peneliti merekrut 148 pasangan heteroseksual dengan rentang usia yang cukup bervariasi. Setiap pasangan diwawancarai secara terpisah dalam sesi tatap muka berdurasi sekitar 45 menit. Tujuannya jelas, untuk mencegah mereka saling memengaruhi jawaban. Dalam sesi ini, mereka mengisi berbagai kuesioner dan menjalani tes untuk mengukur beberapa aspek penting.

Pertama, tingkat kemarahan diukur menggunakan kuesioner standar yang menanyakan seberapa sering seseorang merasakan marah, contohnya, "Saya adalah orang yang pemarah". Kedua, kecerdasan objektif diukur dengan Raven's Advanced Progressive Matrices, tes yang menguji kecerdasan fluid (kemampuan memecahkan masalah baru).

Ketiga, kecerdasan subjektif (bagaimana seseorang mempersepsikan kecerdasan diri sendiri dan pasangannya) diukur dengan skala 1 sampai 25. Terakhir, kepuasan hubungan diukur dengan kuesioner yang menilai seberapa terpenuhi kebutuhan masing-masing dalam hubungan. Data tentang durasi hubungan dan riwayat putus-nyambung juga turut dikumpulkan.

Hasilnya? Mengejutkan!

Studi ini menemukan korelasi negatif yang jelas antara tingkat kemarahan pria dan kepuasan hubungan. Artinya, semakin tinggi tingkat kemarahan pria, semakin rendah kepuasan yang mereka rasakan dalam hubungan. Tidak hanya itu, pasangan wanita mereka juga melaporkan tingkat kepuasan hubungan yang lebih rendah.

Lebih jauh lagi, ada hubungan negatif yang kuat antara kemarahan pria dan persepsi kecerdasan mereka di mata pasangan wanita. Wanita dalam penelitian ini cenderung menilai pria yang lebih pemarah sebagai individu yang kurang cerdas, tanpa memedulikan skor kecerdasan objektif pria tersebut. Penting dicatat, peneliti secara statistik mengontrol skor tes kecerdasan pria, sehingga temuan ini tidak bisa hanya dijelaskan karena pria pemarah memang benar-benar kurang cerdas secara objektif.

Ini menunjukkan bahwa ada sesuatu dalam kemarahan itu sendiri—mungkin kaitannya dengan impulsivitas atau buruknya regulasi emosi—yang membuat seorang pria terlihat kurang cakap secara kognitif, bahkan jika persepsi itu tidak sepenuhnya akurat. Bayangkan saja, saat seseorang marah, logikanya sering kali "terkunci" dan cenderung bertindak berdasarkan emosi. Hal ini bisa jadi memunculkan kesan bahwa dia tidak berpikir jernih atau cerdas.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement