Selasa 03 Jun 2025 19:36 WIB

Jangan Asal Pakai AI! Kesalahan Ini Bikin Lamaran Kerja ‘Dicuekin’ HRD

Para perekrut makin mahir mengenali lamaran yang dibuat dengan bantuan AI.

Membuat surat lamaran kerja dengan AI (ilustrasi). Perekrut dapat mengetahui surat lamaran yang dibuat oleh AI.
Foto: www.freepik.com
Membuat surat lamaran kerja dengan AI (ilustrasi). Perekrut dapat mengetahui surat lamaran yang dibuat oleh AI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di era digital yang serbacanggih, kecerdasan buatan (AI) menawarkan kemudahan yang menggiurkan, salah satunya dalam menyusun lamaran kerja. Tak bisa dimungkiri, kehadiran chatbot seperti ChatGPT dari OpenAI memungkinkan kita membuat resume dan surat lamaran lengkap dalam waktu kurang dari lima menit.

Namun, di balik kecepatan dan kemudahan ini, ada fakta penting yang perlu diingat yaitu para perekrut makin mahir mengenali lamaran yang dibuat dengan bantuan AI. Manajer perekrutan di perusahaan otomatisasi aplikasi Zapier, Bonnie Dilber, mengungkapkan bahwa sekitar 25 persen aplikasi yang masuk ke mejanya terindikasi dibuat oleh AI.

Baca Juga

Angka yang cukup mencengangkan ini menunjukkan bahwa fenomena penggunaan AI dalam lamaran kerja sudah menjadi hal umum. Namun, bukan berarti ini pertanda baik. “Ini memberi sinyal kepada saya bahwa orang tersebut mungkin tidak tahu apa yang mereka bicarakan atau bagaimana memadukan konten yang dihasilkan AI dengan ide-ide mereka sendiri,” ujar Dilber dikutip dari laman Huffington Post pada Selasa (3/6/2025). Artinya, penggunaan AI yang tidak bijak justru dinilai bisa merusak citra profesional Anda di mata perekrut.

Tanda lamaran kerja terbuat dari AI

Menurut para perekrut, tanda paling mencolok dari lamaran yang menggunakan AI adalah nadanya yang kaku, terlalu formal, dan terasa seperti template yang disalin-tempel (copy-paste). Bayangkan, jika Anda menggunakan asisten penulisan AI, kemungkinan besar ratusan pelamar lain juga melakukan hal serupa. Ini membuat pola kalimat dan studi kasus yang dihasilkan AI menjadi mudah dikenali oleh perekrut yang setiap hari meninjau banyak lamaran.

Dilber memberikan contoh konkret ketika ia menanyakan "Mengapa Anda tertarik dengan posisi ini?" dalam lamaran kerja. Ia menemukan beberapa kandidat memberikan jawaban persis sama, yaitu "Misi perusahaan 'masukkan pernyataan misi' selaras dengan saya dan pengalaman saya dalam 'masukkan pekerjaan mereka saat ini'".

Pola jawaban yang identik ini jelas mengindikasikan penggunaan AI secara massal. “Setelah melihat respons yang sama persis berulang kali, menjadi jelas bahwa semua kandidat menggunakan AI,” ujarnya.

Hal serupa terjadi ketika aplikasi menanyakan cara penggunaan produk Zapier. Dilber menemukan sekelompok orang semuanya memiliki kasus penggunaan yang sama, yaitu toko bunga. Ia melanjutkan, "Pertama kali saya melihatnya, itu lucu. Beberapa kali berikutnya, menjadi jelas bahwa mereka semua menggunakan alat yang sama".

Kesamaan cerita dan contoh yang diberikan oleh banyak kandidat menjadi "bendera merah" bagi para perekrut.

Seorang perekrut universitas di perusahaan perangkat lunak keuangan Intuit, Gabrielle Woody, mengatakan tanda lain dari aplikasi buatan ChatGPT adalah "nada robotik" yang sangat berbeda dengan cara berbicara profesional pemula.

“Saya hampir selalu melihat kata-kata seperti ‘ahli’, ‘paham teknologi’, dan ‘canggih’ berulang kali sekarang di resume untuk posisi teknologi,” ujarnya.

Woody mengatakan sebelum ChatGPT populer, banyak kandidat magang dan tingkat pemula jarang menggunakan istilah-istilah tersebut dalam lamaran mereka. Ini menunjukkan bagaimana AI generatif membentuk pola bahasa tertentu yang kini menjadi ciri khas lamaran yang dibuat dengan AI.

Kurangnya detail dan sentuhan pribadi

Kepala LHH Recruitment Solutions di Amerika Utara, Laurie Chamberlin, mengatakan seorang perekrut yang baik dapat mengenali lamaran yang ditulis dengan AI dari jarak satu mil jauhnya. Baginya, tanda yang jelas adalah penggunaan kata kunci yang terlalu umum tanpa disertai bukti konkret.

“Kami mungkin mendapati kandidat mencantumkan keterampilan seperti ‘komunikator yang hebat’ atau ‘pemain tim’, tetapi mereka tidak mendukungnya dengan contoh nyata,” jelasnya.

Tidak adanya spesifikasi, keaslian, dan sentuhan pribadi dapat menjadi tanda bahaya yang kuat. Lebih jauh lagi, Tejal Wagadia, seorang perekrut dari perusahaan teknologi besar, sering menemukan lamaran kerja yang menunjukkan kurangnya proses penyuntingan. Ia menemukan aplikasi yang masih menyertakan jenis huruf tertentu, tanda kurung, atau frasa seperti "tambahkan angka di sini" yang merupakan sisa dari ringkasan otomatis yang dihasilkan ChatGPT.

“Mereka akan menyalin dan menempelkannya ke resume mereka tanpa melakukan penyuntingan apa pun,” kata Wagadia.

Tindakan ceroboh ini dinilai dapat menjadi bumerang bagi kandidat. “Jika Anda tidak mencantumkan detail sebanyak itu, hal itu menunjukkan kepada pemberi kerja bahwa Anda tidak berorientasi pada detail. Ya, Anda menggunakan teknologi, tetapi tidak dengan baik,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement