REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ancaman penyakit langka di Indonesia dinilai cukup memgkhawatirkan. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, menyampaikan data mengejutkan terkait hal ini.
"Sekitar 27 juta orang Indonesia berisiko mengalami penyakit langka," ujar dr Siti dalam sesi edukatif bertajuk "Kenali dan Pahami Neurofibromatosis Tipe 1 (NF1)" pada Rabu (21/5/2025).
Dia mengatakan 50 persen dari angka tersebut adalah anak-anak. Yang lebih memprihatinkan, 30 persen dari mereka tidak bertahan hidup hingga usia lima tahun. “Data terkini pada 2024 menunjukkan sekitar 75 persen kematian di Indonesia disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular (PTM), termasuk penyakit langka seperti NF1," ujarnya.
Neurofibromatosis (NF) merupakan sekelompok penyakit genetik langka yang menyebabkan pertumbuhan tumor abnormal pada sistem saraf. Terdapat dua jenis utama NF, namun Neurofibromatosis Tipe 1 (NF1) adalah yang paling umum, mencakup sekitar 96 persen dari seluruh kasus. NF1 ditandai dengan munculnya bercak café-au-lait pada kulit, neurofibroma (tumor non-kanker pada saraf), serta potensi gangguan belajar.
Meskipun tergolong langka, NF1 memengaruhi sekitar 1 dari 3.000 anak di seluruh dunia, dengan sekitar 120 bayi lahir setiap hari yang menderita kondisi ini. Beberapa kasus NF1 juga telah tercatat di Indonesia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa dengan komplikasi tumor.
Dokter spesialis anak, konsultan nutrisi dan penyakit metabolik anak, Prof Dr dr Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), menyebut NF1 adalah kelainan genetik multisistemik yang dapat dikenali sejak usia dini, dan harus ditangani secara serius. Ia memperingatkan bahwa gejala awal sering kali tidak disadari sebagai bagian dari penyakit ini, padahal bisa berkembang menjadi tumor di jaringan saraf dan memengaruhi berbagai organ.
"Penanganan NF1 tidak bisa dilakukan oleh satu spesialis saja—ini adalah kondisi yang membutuhkan kolaborasi dari tim medis multidisipliner sejak awal," kata Prof Damayanti.
Senada dengan itu, dokter spesialis anak subspesialis neurologi anak, konsultan
neurologi anak, dr Amanda Soebadi, Sp.A(K), MMed ClinNeurophysiol, menjelaskan bahwa NF1 adalah kondisi genetik yang dapat dikenali sejak usia anak-anak melalui kriteria klinis yang spesifik—seperti bercak café-au-lait, freckling, glioma optik, atau neurofibroma. Jika dikenali dengan tepat, diagnosis sebenarnya tidak sulit ditegakkan. Namun, ia mengakui bahwa banyak gejala awal yang tidak disadari sehingga penanganan sering terlambat.
Khususnya pada kasus neurofibroma pleksiform (NP) yang dapat menyebabkan nyeri, gangguan fungsi, bahkan menjadi tumor ganas. “Kkondisi ini membutuhkan pemantauan jangka panjang dan pendekatan multidisipliner untuk mengelola komplikasi dan menjaga kualitas hidup pasien," ujar dr Amanda.
Bercak café-au-lait adalah tanda khas NF1 yang paling sering muncul, berupa bercak datar berwarna cokelat muda pada kulit. Biasanya, jumlahnya lebih dari enam bercak dengan ukuran lebih dari 5 milimeter pada anak-anak prasekolah, dan lebih dari 15 milimeter pada anak-anak yang lebih tua atau dewasa.