REPUBLIKA.CO.ID, LONDON (ANTARA) — Otoritas Perlindungan Data Irlandia (DPC) menjatuhkan denda €530 juta euro (sekitar 601 juta dolar AS atau Rp9,8 triliun) kepada TikTok pada Jumat (2/5). Hukuman denda ini menjadi salah satu yang terbesar di bawah Regulasi Perlindungan Data Umum Uni Eropa (GDPR).
Hasil investigasi panjang DPC menyimpulkan bahwa induk TikTok, ByteDance, gagal menerapkan perlindungan memadai saat mentransfer data pribadi pengguna Eropa ke China, di mana data tersebut diakses oleh staf perusahaan.
Menurut DPC, TikTok tidak dapat membuktikan bahwa data yang diakses dari China mendapat perlindungan setara dengan standar Uni Eropa.
“Transfer data pribadi TikTok ke China melanggar GDPR karena TikTok gagal memverifikasi, menjamin, dan membuktikan bahwa data pribadi pengguna EEA yang diakses dari jarak jauh oleh staf di China mendapatkan perlindungan yang setara dengan yang dijamin di dalam Uni Eropa,” ujar Wakil Komisioner DPC Graham Doyle.
DPC menambahkan TikTok juga tidak menanggapi cukup memadai risiko akses oleh otoritas China di bawah undang-undang anti-terorisme, kontra-spionase, dan regulasi lainnya yang secara substansial berbeda dari standar UE.
Denda ini merupakan yang ketiga terbesar yang dijatuhkan DPC, setelah 746 juta euro terhadap Amazon dan 1,2 miliar euro terhadap Meta Platforms.
TikTok menyatakan akan mengajukan banding dan memperingatkan bahwa putusan ini dapat berdampak luas pada perusahaan global lain yang menangani aliran data lintas negara.